Guru sekaligus pembimbing ekstrakurikuler English Lover Club, Sir Kevin, datang menyapa peserta kegiatan di ruang baca sekitar 15 menit sebelum waktu ekstrakurikuler berakhir.
“I’m sorry, guys. I had things to do so I arrive late today,” ujar Sir Kevin yang berbicara lebih santai meskipun dia seorang guru. Sir Kevin terkenal ramah di kalangan para murid, dan cenderung terlihat seperti teman daripada seorang guru, tetapi bukan berarti para murid tidak menghormati beliau. Untuk pertama kalinya, Arin menemukan seorang guru yang bisa dikatakan bersikap easy-going terhadap para muridnya. Tidak heran jika cara berbicara dan sikap Sir Kevin menarik perhatian murid-muridnya. Salah satunya adalah Arin, terutama karena dirinya sulit bergaul dibandingkan gurunya sendiri.
“As for our assignment today, I would like to continue this to our next meeting. Does anybody agree?”
“Yes, Sir!” seru peserta ekstrakurikuler, terutama mereka yang belum selesai mengerjakannya bersorak lebih kuat dan bersemangat.
Di sisi lain, Arin berusaha menutupi kesedihannya karena tugas yang seharusnya selesai di hari ini terpaksa diundur hingga pertemuan berikutnya. Malah jadi PR. Batin Arin mengeluh. Akan tetapi, dia tidak bisa menyalahkan keadaan yang sudah menjadi seperti ini selain menerimanya.
Teng Teng. Teng Teng. Teng Teng.
Lonceng sore berbunyi menandakan berakhirnya waktu ekstrakurikuler dan memasuki waktu piket sore. Sir Kevin menutup kegiatan ekstrakurikuler, kemudian satu per satu murid meninggalkan ruang baca. Juni dan Arin juga salah satunya.
Sesampainya di asrama, Juni berpisah dengan Arin dan masuk ke kamarnya lebih dulu tanpa menyimpan sepatu olahraga ke gudang. Arin mengingatkan Juni tentang sepatunya. Juni pun membalas, “Oh, aku masih mau piket lagi nanti, mau pakai sepatu aja.”
Arin melepas sepatunya dan membawanya ke gudang sepatu yang ada di ujung lorong selatan. Setelah menyimpan sepatu di sana, Arin berjalan lagi ke kamar yang ada lorong utara lantai satu. Kamar Arin berada di ujung lorong, tepat setelah kamar Juni. Ketika dia hendak melewati kamar Juni, Arin justru mendengar percakapan Juni dengan teman kamarnya di dalam kamar. Pintu kamar mereka tidak tertutup sehingga Arin bisa mendengar suara mereka dari lorong.
“Jun, kenapa kau keluar asrama?” tanya temannya to the point.
“Oh, aku keluar karena mau ikut kelas ekskul,” jawab Juni.
“Aku tahu, tapi tadi siang kau udah gak masuk kelas, kan? Seharusnya jangan gitu, dong,” ucap teman sekamar Juni mengingatkan. Arin ingat itu adalah suara Kansa, teman sekelas mereka.
“Kansa benar, Jun. Kalau memang kau sakit siang tadi, harusnya istirahat aja sampai malam,” sambung teman kamar lainnya.
“Tapi, aku mau keluar untuk belajar malam nanti,” ujar Juni membela diri.