Traces of You

Ann Mone
Chapter #11

Bab 8.2 - New Passion (2)

Sejak meminjam buku tersebut, Arin tenggelam dalam dongeng-dongeng yang disajikan dalam buku itu. Bahasa Inggris yang digunakan cenderung lebih mudah dipahami, mungkin karena buku itu memang ditujukan untuk anak-anak. Meskipun Arin tidak memahami satu-dua kata, imajinasi dalam benaknya tidak membatasi diri untuk membayangkan setiap adegan dalam dongeng tersebut. Di luar dugaan, Arin menikmati cerita tersebut lebih dari yang dia perkirakan.

Ketika belajar malam tiba, alih-alih mengulang pelajaran di sekolah, Arin justru menggunakan waktu belajar malam untuk melanjutkan bacaannya. Arin memilih tempat di samping pilar aula yang dekat dengan pembatas belakang aula, kemudian bersandar pada pilar sambil duduk sila di atas lantai, mengingat tidak ada kursi di aula. Beberapa murid lain memindahkan meja lesehan yang biasa dipakai untuk menulis dari tumpukan meja yang ada di dekat pembatas belakang aula, tetapi Arin tidak mengambilnya karena dia hanya ingin membaca buku dongeng.

Satu per satu murid kelas satu berdatangan ke aula. Ada yang menyapa temannya lalu mulai belajar bersama. Ada juga yang mencari posisi untuk sendirian dengan memilih tempat di pojokan, seperti Arin.

Arin larut dalam bacaannya ketika dia tiba-tiba mendengar teriakan seorang teman di aula. “Guys! Don’t forget to fill your attendance!

Murid itu meletakkan buku kehadiran di atas meja yang diletakkan di tengah aula. Teman-teman Arin pun sibuk mendatangi meja tersebut, hingga meja dipenuhi oleh orang yang mengelilingi meja hanya untuk mengisi kehadiran. Arin melirik sekali-dua kali ke meja tersebut, tetapi tidak ada tanda-tanda kerumunan mulai berkurang. Dia pun kembali fokus pada bacaannya hingga ada yang menepuk pundak Arin.

“Rin, kau belum isi absen, kan?”

Arin mendongak ke orang yang memanggilnya. Juni datang menyapa Arin, kemudian mengambil posisi duduk di sisi kanan pilar dan menyandar santai. “Aku lihat namamu masih kosong tadi.”

“Oh, iya. Aku lupa,” gumam Arin pelan.

Arin pun bangkit dan pergi ke meja di mana buku kehadiran itu berada. Orang terakhir yang mengisi buku kehadiran itu membawa pulpen pergi. Dia hendak memanggil orang itu, tetapi menyadari ada pulpen yang dia simpan di dalam kantong rok plisket hitam. Arin mengeluarkan pulpen itu, kemudian mengisi buku kehadiran. Ketika dia mendongak, Arin terkejut melihat seorang murid dari kelas alpha di angkatannya ada di hadapan Arin. Padahal dia yakin dia tidak mendengar suara langkah murid itu mendekat. Murid itu tidak mengatakan apapun, tetapi tangannya melirik pulpen di tangan Arin dan buku kehadiran bergantian.

Arin, yang kebingungan, bertanya pada cowok itu, “Do you want to use this?” katanya sambil meletakkan pulpen di atas meja. Dia pun tidak sadar telah menggunakan Bahasa Inggris karena masih merasa bingung.

Cowok itu tetap diam, tetapi dia mengambil pulpen itu dan mengisi buku kehadiran. Arin melirik pulpennya dan cowok itu bergantian, merasa familiar dengan wajah murid itu.

Oh, dia si pendiam itu! Batin Arin ketika teringat percakapannya dengan Fia. Entah kenapa, Arin merasa lega ketika dia berhasil mengingat cowok itu.

“Miko!”

Seorang teman Miko dari kelas yang sama memanggilnya. Miko menoleh sesaat, meletakkan pulpen itu di atas buku, kemudian meninggalkan meja. Dia pergi tanpa mengatakan terima kasih. Beruntung Arin mengenal wajah dan nama cowok itu sehingga Arin tidak perlu mempertanyakan sikap angkuh cowok itu. Setidaknya, itulah kesan yang Arin dapatkan sejauh ini.

Arin mengambil pulpennya kembali dan melangkah ke tempat dia meninggalkan buku dan ransel. Lalu, dia melihat Juni sudah memegang buku dongeng yang Arin sedang baca.

“Ini buku apa, Rin?”

“Buku cerita,” jawab Arin singkat.

Lihat selengkapnya