Bulan demi bulan telah berlalu, kini Arin dan teman-temannya telah memasuki tahun kedua di SMA Biantara. Setelah liburan panjang di pergantian tahun ajaran baru, Arin akhirnya kembali ke asrama SMA Biantara sebagai siswa kelas XI. Dia sudah tidak sabar untuk melihat siswa baru yang menjadi adik kelasnya, tetapi Arin tidak bisa melihat mereka di kelas. Sudah beberapa hari sejak hari pertama mereka memasuki tahun ajaran baru, tetapi kelas X di lantai satu dan kelas XII di lantai tiga masih kosong. Yang tersisa mengikuti pembelajaran di kelas hanyalah kelas XI, kelas di tempat Arin berada.
Arin memasuki ruang kelas barunya di kelas XI-D yang ada di lantai dua. Dia berjalan melewati lorong untuk menaiki tangga dan merasa janggal setiap kali melihat ruang kelas X yang kosong. Dia masih tidak terbiasa setiap kali mengingat ruang kelasnya saat ini sudah berganti dari sebelumnya. Memasuki tahun kedua sebagai siswa SMA Biantara berarti harus menjadi contoh bagi adik-adik kelas mereka. Tidak hanya itu saja, tahun kedua Arin akan menjadi waktu paling sibuk selama bersekolah di sini karena para siswa di kelas XI akan menjadi bagian dari OSIS SMA Biantara ataupun panitia kegiatan di acara-acara yang diadakan di sekolah. Salah satunya adalah acara perkenalan siswa kelas X di lingkungan asrama sekolah. Acara tersebut akan diadakan di minggu kedua awal tahun ajaran baru, tepat setelah PLS untuk siswa kelas X selesai. Acara itu akan dilaksanakan di malam hari setelah makan malam agar tidak mengganggu kegiatan pembelajaran. Tidak mengherankan jika Arin tidak melihat satu pun siswa baru di gedung sekolah karena mereka masih menjalani PLS bersama anggota OSIS.
Setiap kali Arin memasuki kelas XI-D, dia melihat sebagian wajah dari teman-teman sekelasnya adalah wajah asing yang tidak dia kenal karena Arin tidak pernah sekelas dengan mereka di kelas X lalu. Arin mendapat posisi duduk di barisan ketiga dari pintu kelas, bangku paling belakang. Dari posisi ini, Arin bisa melihat hampir seluruh teman sekelasnya dan papan tulis putih yang silau karena cahaya mentari. Dia berhasil melewati periode pertama pembelajaran meskipun kesulitan membaca tulisan guru di papan tulis. Namun, yang membuat Arin lebih sedih adalah ketika memasuki bel istirahat pertama.
Setelah mengikuti pembelajaran selama tiga hari, Arin lagi-lagi kesulitan untuk bersosialisasi dengan teman-teman sekelasnya. Arin hanya diam duduk di kursinya sembari memerhatikan teman yang lain sudah mulai mengakrabkan diri dengan sesamanya. Rasanya seperti kembali ke pertama kali Arin bersekolah, tetapi kali ini Arin tidak terlalu memikirkan rasa kesepian yang dia rasakan. Alih-alih coba mengobrol dengan temannya, dia justru mengeluarkan buku tulis yang dia bawa di dalam ransel, kemudian menulis sesuatu di buku tersebut.
“Ini lagi istirahat, loh, Rin. Kenapa kau malah sibuk belajar?”
Di luar dugaan Arin, ada seseorang yang mengajaknya berbicara lebih dulu di kelas XI-D. Dia mendongak ke depan dan melihat cowok yang duduk tepat di hadapannya membalikkan badan untuk melihat apa yang sedang Arin tulis.
“Ini bukan buku pelajaran, Arjuna,” jawab Arin membenarkan.
“Oh, ya? Tapi itu kelihatan mirip teks paragraf semua,” ujar Arjuna penasaran.
Arin maju mundur untuk menjelaskan apa yang sedang dia tulis. Dia merasa mereka berdua tidak cukup dekat untuk saling membicarakan hobi masing-masing, begitulah pikir Arin. Dia pun memutuskan untuk mengalihkan topik pembicaraan.
“Ngomong-ngomong, hari ini anak kelas satu masih ikut kegiatan PLS, ya?”
“Iya. Kalau aku enggak salah ingat, ini hari terakhir mereka. Dan besok mereka udah masuk kelas seperti biasa.” Arjuna membalas pertanyaan Arin dan mengabaikan topik mereka sebelumnya. Namun, Arjuna justru menanyakan hal lain yang mengusik Arin.
“Kenapa kau tanya? Apa kau enggak sabar untuk ketemu siswa kelas satu?”
“Enggak juga, sih. Lagipula, aku enggak kenal dengan mereka.”
“Hmm ..... enggak kenal, ya ...” balas Arjuna dengan senyum menyeringai. Senyumannya terlihat misterius bagi Arin, seakan cowok itu mengetahui sesuatu yang Arin terlewatkan.
Terpancing oleh rasa penasaran, Arin pun menanyakan ekspresi misterius itu pada Arjuna. “Kenapa senyam-senyum begitu?”
“Hmm? Siapa? Aku?” tanya Arjuna lagi.
“Ya, siapa lagi memangnya?”
“Gak papa, aku cuma senyum aja,” balas Arjuna. Kali ini, giliran Arjuna yang mengalihkan topik pembicaraan mereka.