Setelah kegiatan pengenalan asrama sekolah selesai, murid kelas X pun memulai mengikuti pembelajaran di kelas masing-masing. Di tengah keseharian sekolah yang damai dan tenteram, Arin justru mendengar rumor yang menarik perhatiannya.
Arin mendengar rumor itu pertama kali ketika dia hendak ke aula untuk melakukan piketnya.
Arin menaiki tangga menuju gudang peralatan kebersihan di lantai 3. Dia mengambil sapu lantai, kemudian segera turun lagi. Sampai akhirnya Arin berpapasan dengan Fia.
Awalnya Arin hanya lewat begitu saja karena Fia terlihat hendak piket sambil membawa sapu lantai yang sama. "Rin, Rin. Arin!" panggil Fia sampai ke tangga. Arin menoleh dan menghentikan langkahnya, menunggu Fia. Fia segera menyusul Arin, kemudian keduanya berjalan bersebelahan sambil menuruni anak tangga.
"Rin, gosip tentang anak kelas satu itu benar, nggak?" Ujar Fia langsung mulai bertanya.
Arin hanya menggeleng, "gosip apa? Mereka baru masuk tapi udah ada gosipnya aja."
"Ih, masa' kau enggak tahu, sih, Rin?"
"Ya, makanya aku tanya gosip apa, Fia."
"Itu, looh, aku dengar ada kawan satu sekolahmu sewaktu SMP yang masuk ke sini. Aduh, tapi aku lupa namanya," keluh Fia, yang biasanya cenderung mudah mengingat nama orang lain.
"Oh, maksudmu Kaisar?" Kali ini Arin yang menyebut namanya. Lagipula, tidak ada murid lain di sini yang berasal dari SMP yang sama dengan Arin selain Kaisar.
"Nah, iya! Dia!" Seru Fia setelah mendengar nama itu. "Aku dengar dia dulu sekelasmu, ya?"
"Iyaa," jawab Arin singkat.
"Kaisar itu, apa dia sebaya dengan kita?"
Arin mengangguk.
Fia bertanya lagi, "Berarti dia harusnya kelas 2 sekarang, dong? Sama seperti kita."
"Iyaa, tapi dia malah masuk sini, jadi dia ngulang dari kelas satu," jawab Arin. Dia menjelaskan apa yang dia tahu untuk memenuhi rasa penasaran Fia terpenuhi.
Akan tetapi, Fia justru menanyakan hal yang paling ingin Arin hindari untuk menjawabnya.
"Apa dia sudah sekolah sebelumnya?"
"Iya, dia udah masuk SMA lain sebelum ke sini."
"Lah, tapi kenapa dia pindah ke sini? Bukannya sayang waktu dia setahun?" Fia memikirkan hal yang sama dengan Arin. Sesaat Arin merasa lega setelah panjang berpikir jika dirinya aneh karena memiliki pikiran seperti itu.
"Yaa, aku juga pikir gitu awalnya. Aku udah tanya dia, tapi dia bilang gak papa." Arin memberikan jawaban ambigu. Dia melirik ke Fia, yang tatapannya jelas tidak puas dengan jawaban Arin, tetapi dirinya bisa apa? Sampai sekarang, Arin juga tidak tahu jawabannya. Di sisi lain, Kaisar selalu saja menghindar setiap kali ditanya demikian.
"Ih, kenapa jawabannya kayak gitu?"
"Mana aku tahu." Arin mengerdikkan bahu.