Pembicaraan tentang Arin dan Kaisar sebagai teman kelas sewaktu SMP mulai mereda seiring berjalannya waktu. Akan tetapi, tetap saja ada adik kelas yang ditemuinya saat berpapasan di lorong atau lobi, datang menanyakan hubungan Arin dan Kaisar. Arin menjawab seadanya, tetapi dia tak yakin bahwa semua jawaban itu tidak mengusik Kaisar di antara teman-temannya. Meskipun Kaisar tak terlalu memerhatikan hal ini, Arin justru sering berpikir dan menyesal kemudian setelah memberi tahu kebenarannya pada orang yang bertanya.
Di saat yang bersamaan, Arin mulai memilih tempat belajar yang sama di kantin setiap sesi belajar malam, yaitu di meja pinggir dekat tembok pembatas kantin yang terdapat pot bunga anggrek serta bersebelahan dengan jalan setapak menuju gedung asrama laki-laki. Dia juga menghabiskan waktu lebih lama setiap setelah lonceng berbunyi pukul 10 malam. Dia menunggu Kaisar yang lewat dari aula ke asrama. Mereka bertegur sapa setiap kali bertatapan, terkadang mereka juga mengobrol beberapa saat dan pulang. Pertemuan sesaat itu membuat Arin sedikit lebih baik setiap malam.
Sampai akhirnya, muncul topik menarik yang mereka bahas saat bertemu di malam itu.
"Kau mau masuk 'kelas alpha'?" Arin mengulangi pernyataan yang didengar dari Kaisar, barangkali dia salah dengar. Kaisar pun mengangguk dan meyakinkan Arin sekali lagi.
"Bukankah semua murid kelas satu selalu dapat tes pemilihan bidang olimpiade?" Tanya Kaisar balik.
"Iya, memang begitu peraturannya," jawab Arin. Dia juga pernah mengikuti tes itu tahun lalu.
"Hmm ..." Kaisar terlihat memikirkan sesuatu dengan serius. Sedangkan Arin masih memikirkan keputusan Kaisar untuk menjadi bagian dari kelas olimpiade. Dia yakin Kaisar dapat masuk ke bidang olimpiade yang dia inginkan, mengingat cowok di hadapannya ini sangat gigih dan selalu bekerja keras setiap ingin mendapatkan sesuatu.
Meskipun begitu, Arin tak heran jika Kaisar mungkin merasa gugup dengan tes seleksi yang akan datang. Dia berharap Kaisar bisa mengikuti tes tersebut dengan lancar.
"Tenang aja, Kai. Kalo itu kau, aku yakin kau pasti bisa masuk kelas olimpiade itu, kok," ujar Arin memberi semangat.
Ekspresi Kaisar berubah kaget. Sepertinya dia tak menyangka akan mendapat perkataan semangat dari Arin. Arin pun ikut terkejut karena salah mengira bahwa Kaisar memang membutuhkan semangat.
"Kenapa ekspresimu begitu? Kau enggak suka dikasih semangat?"
"Eh? Enggak, kok. Bukan gitu," jawab Kaisar cepat meluruskan. Lalu, di detik berikutnya, Kaisar kembali mengernyitkan alis dengan bibir yang terbuka dan tertutup. Arin semakin tak paham karena Kaisar terlihat sedang menahan diri untuk berbicara di depan Arin.
Sampai akhirnya Kaisar menghindari tatapan langsung dengan Arin. Terkadang dia melirik ke arah Arin, tetapi kemudian cepat-cepat membuang muka saat ketahuan oleh Arin.
"Bilang aja, oi. Kenapa malah ngelihat kayak gitu?" Tanya Arin mulai risih melihat Kaisar yang tak biasa menyimpan pertanyaan seperti itu.
"Ah, enggak, deh. Kapan-kapan aja aku tanya lagi," katanya.