Hasil tes seleksi bidang olimpiade untuk murid kelas X telah keluar. Di antara semua nama anak yang lolos sebagai murid tim olimpiade, ada nama Kaisar yang lolos sebagai murid kelas alpha untuk olimpiade di bidang Kimia.
Sebagai teman Kaisar, Arin merasa bangga dengan pencapaian Kaisar. Meskipun Kaisar masih memulai langkah barunya, Arin yakin Kaisar bisa melaluinya. Dia ingin menyelamati Kaisar secara langsung, tetapi belakangan ini Arin sibuk dengan PR kelompok sehingga dia duduk di meja lain dan melewatkan waktu untuk bertemu Kaisar setelah sesi belajar malam.
Sampai hari Sabtu tiba, barulah Arin dapat menarik napas lega setelah PR kelompoknya dikumpul di hari sebelumnya. Mereka hanya bersekolah sampai tengah hari, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan pramuka mingguan setelah makan siang. Namun, tidak ada anggota dari kelas alpha yang mengikuti kegiatan pramuka, menjadikannya sebagai salah satu benefit yang didapatkan dari murid kelas alpha. Di sisi lain, mereka menghabiskan waktu dengan belajar.
Sejak menjadi murid kelas alpha, Arin semakin sulit untuk bertemu dengan Kaisar karena perbedaan jadwal sekolah antara Kaisar, sebagai murid kelas alpha yang khusus belajar untuk olimpiade, dengan Arin, sebagai murid di kelas biasa. Terlebih lagi, mereka memang berada di tingkat kelas yang berbeda.
Sampai akhirnya sabtu malam pun tiba. Murid-murid dibebaskan dari kegiatan akademik di malam itu sehingga tidak ada sesi belajar malam. Sebagai gantinya, divisi IT OSIS akan menayangkan film dengan proyektor yang dilakukan di aula sekolah. Arin selalu menunggu film-film yang ditayangkan di malam itu, jadi dia pun bergegas ke sana agar mendapatkan posisi duduk terbaik.
"Kau mau ke mana, Rin?" Tanya Puput pada Arin yang terlihat tengah bersiap-siap.
"Aku mau ke aula. Biasalah, nonton film," jawab Arin.
"Oi, Put, kau nanti jadi ikut, enggak?" Hana mengajak Puput mengobrol tepat setelah Arin menjawab Puput.
"Iya, aku jadi ikut. Sekalian aja kita semua ke aulanya," usul Puput.
"Lah, kan? Memang semuanya pergi," timpal teman sekamar yang lain
"Iya, kita pergi bertujuh kayak biasa. Kenapa pakai tanya lagi?" Tanya balik Hana. Dia berkata dengan santai tanpa menghitung Arin sebagai teman kamar ke delapan, meskipun ada empat pasang bunk beds di dalam kamar itu.
"Hah? Oh, tapi maksudku ..." Puput menoleh ke Arin, memberikan tatapan cemas. Arin, yang sudah mulai terbiasa dengan sikap itu, memberikan gelengan kepala pada Puput. Dia tahu Puput sudah mencoba untuk menyatukan mereka. Arin menghargai usaha Puput, tetapi baik Hana dan Arin tidak ada yang mau mengalah.
"Oke, Han. Tapi, kalian duluan aja. Aku masih mau beli cemilan ke koperasi," ujar Puput.
"Ih, aku ikut, dong!"
"Aku juga! Aku juga!"
Mereka semua selesai bersiap-siap di waktu yang hampir bersamaan, lalu pergi meninggalkan kamar. Lampu kamar ditinggalkan dalam keadaan menyala. Setidaknya, mereka masih sadar bahwa masih ada orang lain di dalam kamar ini.
Arin sengaja mengulur waktu untuk bersiap-siap agar dia tidak bentrok dengan teman sekamar mereka. Arin memakai jilbab segi empat merah muda, selaras dengan rok bermotif bunga merah muda dan daun-daun hijau.
Arin bisa mendengar samar-samar suara speaker yang sedang diperiksa dari aula. Mengingat jendela kamar mereka mengarah ke lapangan voli sehingga suara dari aula mudah terdengar sampai ke kamar.
Film terdengar hendak dimulai di saat Arin mematikan lampu dan menutup pintu kamarnya.
"Aku harus merelakan posisi duduk di depan. Bahkan mungkin bagian awal film," kata Arin pada diri sendiri.
Dan benar saja. Bagian yang paling depan, dekat dengan proyektor dan layar putih, sudah dipenuhi oleh murid-murid yang tak sabar ingin menonton. Arin pun memilih untuk duduk sedikit jauh dari kerumunan orang yang menonton di area depan.
Lampu di aula dimatikan untuk merasakan suasana lebih ketika menonton. Suasan yang gelap membuat orang-orang lebih fokus ke layar dan menjadi lebih sulit untuk melihat siapa yang masuk dan keluar, kecuali sesekali terdengar murid-murid yang datang dan pergi ke aula. Arin juga mendengar suara teman-teman sekamarnya, tetapi memutuskan untuk menghiraukan mereka.
Filmnya tidak terlalu menarik untuk Arin hingga dia mulai merasa bosan. Arin, yang semula duduk bersila di lantai aula, mulai meluruskan kakinya ke depan agar lebih bersantai.
Arin mengerjapkan mata beberapa kali, bahkan menundukkan kepala. Dia pun seketika kembali mendongak ketika tersadar telah tertidur di tengah menonton film.
"Aduh, tumben banget aku bosan nonton film di sini," gerutu Arin pada diri sendiri dengan suara pelan. Malam ini dia tidak terlalu menyukai film yang sedang ditayangkan. Mungkin karena alur cerita atau genre film yang tak sesuai dengan selera Arin.
Atau mungkin juga karena kelelahan yang dia rasakan belakangan ini sehingga membuatnya mudah tertidur selama menonton.
"Kalau kau gak suka, bukannya lebih baik gak usah nonton?"
Terdengar suara seseorang menyahut ucapan Arin tepat di sampingnya. Arin sontak menoleh dan mendapati seorang cowok duduk di sampingnya. Wajahnya samar-samar terlihat melalui pantulan cahaya proyektor yang menayangkan film.