Traces of You

Ann Mone
Chapter #26

Bab 19 - OSIS

Beberapa hari berlalu sejak percakapan Carla dan Arin mengenai perlombaan itu. Arin sendiri sudah tidak memikirkannya karena belakangan ini ada hal yang lebih menarik di SMA Biantara.

Tepat setelah UTS selesai, pihak sekolah mengumumkan pemilihan ketua dan wakil ketua OSIS untuk tahun ajaran ini sudah dibuka. Semuanya sibuk saling membicarakan siapa calon yang akan mendaftar, serta bagaimana debat para calon nanti akan berlangsung. Di antara ketiga calon ketua dan wakil ketua OSIS, Arin tidak mengenal satu pun dari mereka dengan baik meskipun salah satu calon wakil ketua berasal dari teman sekamar mereka.

"Semangat untuk debat malam ini, Put!" Hana adalah orang yang paling bersemangat untuk Puput. Bahkan dia juga bagian dari tim sukses untuk Puput. Hana dan teman sekamar lainnya mengenakan jilbab segi empat dengan warna yang seragam dengan Puput, yaitu abu-abu muda. Jelas sekali menandakan mereka mendukung Puput.

Semula Arin berpikir untuk melakukan hal yang sama, tetapi mengingat tidak ada satupun dari mereka yang mengajak Arin, dia pun mengurungkan niatnya.

"Makasih, teman-teman. Doakan semuanya lancar, ya," ujar Puput ramah.

Puput melirik ke Arin, yang masih duduk di meja belajar karena tengah menulis cerpen di buku tulisnya. Arin tidak sadar ada Puput yang memerhatikannya sampai cewek itu sendiri menghampirinya.

Puput menepuk pelan pundak Arin, membuatnya sontak menoleh ke arah Puput.

"Oh, ada apa, Put?" Dia tidak terlalu menyimak percakapan teman-teman sekamarnya saat itu karena terlalu fokus pada imajinasi dalam buku yang ditulisnya.

Puput mengatup bibirnya begitu dia sadar Arin tidak mendengarkan percakapan mereka. Sedangkan Arin masih diam menunggu Puput agar berbicara.

"Hmm ... kau nanti datang ke debat lanjutannya, kan?" Puput menanyakan hal yang sudah pasti. Lagipula, semua murid diwajibkan untuk menghadiri acara tersebut sebelum dilakukan pemungutan suara untuk ketua dan wakil ketua OSIS. Jadi, Arin pasti datang.

"Bukannya memang diwajibkan datang, ya? Pasti aku ke sana, sih," balas Arin seadanya.

"Iya juga, sih. Hehehe," timpal Puput sambil terkekeh pelan. Tak jauh dari mereka, Arin bisa merasakan ada tatapan tajam yang diarahkan pada dirinya. Arin melirik sesaat ke tengah kamar, di mana dia melihat Hana yang sudah menyilangkan tangan di dada dan mengembuskan napas kasar.

"Udahlah itu, Put. Kau ngapain lagi masih siap-siap di depan lemari?" Hana berbicara sekali lagi dengan Puput. Kali ini dia berkata seakan tidak melihat ada Arin yang masih berbicara dengan Puput. Arin sudah terbiasa mendengar ucapan sarkas Hana, mengingat ini bukan pertama kalinya Hana berbicara seperti itu.

Puput mengambil binder yang dia letakkan di ranjang bawah dan hendak meninggalkan kamar. Arin tahu mereka akan pergi lebih dahulu tanpa dirinya. Jadi, Arin sebisa mungkin menyampaikan apa yang ingin dia katakan, meskipun Arin yakin Hana tak senang mendengar kata-kata ini dari mulutnya.

"Semoga debat malam ini lancar, ya, Put." Itu adalah kalimat yang tulus dari Arin. Beberapa teman kamar yang mendengar, termasuk Hana dan Puput, terhenti melangkah sesaat begitu mendengarnya. Puput refleks berbalik dengan ekspresi kaget di wajahnya, tetapi dia membalas tatapan Puput sembari menunjukkan senyum di wajah Arin.

Puput segera membalas senyuman Arin dengan senyuman juga. Sedangkan Hana justru mendecak lidah sebagai tanda tidak suka. Yang lain pun mendengarnya, termasuk Arin. Akan tetapi, tak seorangpun berani di kamar itu berani untuk menegur Hana. Atau mungkin mereka berpikir itu bukanlah urusan mereka. Setidaknya, Arin berpikir seperti itu. Dia pasrah dengan kesan Hana terhadap dirinya.

"Makasih, ya, Arin," balas Puput ramah.

Lalu, akhirnya mereka benar-benar meninggalkan kamar kali ini. Tinggal lah Arin seorang diri. Masih ada waktu sebelum waktu debat calon dimulai, jadi Arin menyelesaikan tulisannya lebih dahulu. Teman-teman sekamar Arin wajar untuk pergi lebih dahulu karena sebagian dari mereka menjadi anggota tim sukses untuk Puput. Selain itu, Arin yakin mereka tidak senang jika Arin datang lebih cepat dan mereka melihat wajah Arin. Dia pun tidak punya pilihan selain mengulur waktu dengan sendirian di dalam kamar.

***

Lihat selengkapnya