Sejak Carla membuat janji pertemuan dengan Arin, mereka hampir tidak saling berinteraksi satu sama lain selama beberapa hari terakhir. Kelas mereka yang berbeda membuat Arin kesulitan untuk bertemu selama di sekolah atau saat perjalanan pulang ke asrama. Sedangkan saat sesi belajar malam, Arin masih sering duduk di meja favoritnya setiap malam, tetapi Carla tidak datang menghampirinya. Bahkan, ada malam di mana Arin justru tidak melihat Carla sama sekali. Meskipun begitu, Arin memutuskan untuk tidak mencari Carla. Berbeda dengan dirinya, Carla terlihat memiliki beberapa teman lain selain dirinya.
Sampai akhirnya, hari Minggu yang telah dijanjikan pun tiba.
Untuk berjaga-jaga, Arin sudah meluangkan waktunya dari pagi hingga sore. Dia sudah menyelesaikan PR untuk seminggu ke depan dan kerjaan harian di asrama, seperti mencuci, menyetrika pakaian, dan membersihkan kamar, termasuk mengganti sprei ranjang dan membersihkan meja.
Sekarang, yang dia lakukan hanyalah menunggu sampai Carla memanggilnya.
Namun, setelah dipikir-pikir, Arin teringat bahwa Carla belum memberikan waktu dan tempat yang spesifik untuk bertemu. Sebelumnya mereka hanya bersepakat untuk bertemu di hari Minggu, tetapi keduanya tidak ada yang membahas waktu dan tempat untuk mereka bertemu lagi. Apakah setelah bersih-bersih asrama di pukul 10 pagi? Atau di kantin setelah makan siang? Atau mungkin di ruang baca di sore hari? Arin menjadi ragu apakah dia akan bertemu dengan murid lain yang hendak bergabung dalam lomba film pendek hari ini atau mungkin pertemuan hari ini hanya untuk mereka berdua. Semula Arin ingin menunggu Carla sampai dia mendatangi kamar Arin, tetapi ..... sampai berapa lama Arin harus menunggu? Begitulah pikirnya.
Apa aku datang ke kamarnya di lantai atas, ya? Batin Arin. Kamar murid kelas 2 ada di lantai 3, dan Arin hampir tak pernah menginjakkan kaki ke lantai itu. Dia biasanya hanya mampir ke gudang alat kebersihan di lantai 2 saja. Dia bahkan memilih jemuran yang ada di halaman dibandingkan yang ada di atap. Jelas sekali dirinya hampir tidak pernah berkeliling kamar lain yang ada di lantai atas.
Merasa bingung, Arin pun mengambil keputusan terakhir, di mana dia akan menunggu Carla di tempat mereka membahas lomba itu sebelumnya.
Arin membawa ransel berisi binder dan alat tulis. Awalnya dia juga ingin membawa buku tulis berisi cerpen buatannya, tetapi dia tak menemukan buku itu di mana pun. Tidak ada di atas meja belajar, tidak ada di laci meja, dan tidak ada di atas ranjang Arin.
Setelah berpikir keras, dia tertegun begitu mengingat di mana bukunya berada.
"Aku meminjamkannya lagi pada Carla," ucap Arin pada diri sendiri.
Arin meminjamkan buku cerpennya pada Carla di malam di hari yang sama dengan pemungutan suara calon ketua dan wakil ketua OSIS. Sejak saat itu, Arin pun belum meminta buku itu lagi. Dia sibuk menyelesaikan PR atau justru mengejar bacaan novelnya yang belum diselesaikan sebelum dikembalikan ke perpustakaan.
"Oh iya, aku juga harus ambil laptop hari ini," ujar Arin begitu teringat. Dia tak mencetak poster itu, jadi setidaknya dia harus menunjukkan poster itu melalui laptopnya.
Arin pun menyandang ranselnya dan segera meninggalkan kamar.
***
Setelah mendapat laptop dari kantor penjaga asrama, Arin mencari meja di ruang baca. Dia mencari meja terdekat dengan kipas gantung, mengingat udara hari ini cukup panas.
Setelah melihat layar laptop menyala, Arin memeriksa waktu yang ada di sudut kiri bawah layar. Sekarang masih pukul 10.44 pagi, Arin merasa dia pergi keluar kamar terlalu cepat.
"Sudahlah, aku cari info tentang lomba itu dulu selagi Carla belum datang," ucap Arin memutuskan.
Dia mulai membuka browser untuk mengakses media sosialnya. Tentu saja, itu dia lakukan diam-diam setelah memastikan tidak ada penjaga asrama lain yang sedang mengelilingi ruang baca saat itu.
Dia mencari postingan lomba itu sekali lagi. Beruntung Arin ingat nama akun lomba tersebut. Dia pun mengakses link yang berisi file panduan lomba dan berkas pendaftaran. Arin mengeluarkan binder dan pulpen, kemudian mencatat hal-hal penting yang disiapkan untuk kelengkapan berkas pendaftaran.
Arin fokus pada catatannya sampai dia melihat seorang cowok tiba-tiba lewat dan duduk tepat di seberang Arin. Cowok itu membawa beberapa kertas di tangannya dan sibuk menulis sesuatu. Dia tertegun begitu melihat cowok itu duduk di hadapannya, sedangkan masih ada meja lain yang kosong di ruang baca ini. Meskipun begitu, Arin segera mengabaikannya.
"Tumben kau di sini, Kinarin."