Tokyo, Jepang
Margareth Lee sudah lebih dari lima tahun hidup menjanda dan membesarkan ketiga putranya seorang diri. Perempuan berdarah Inggris-Korea itu harus melalui hari-harinya dengan berat dan beban yang sangat besar sebagai ibu dari tiga anak laki-lakinya. Sejak resmi berpisah dari suaminya, ia harus menghidupi ketiga putranya seorang diri dan itu bukan hal yang mudah.
Selama hidup sebagai istri Daichi Imamura, kehidupannya bisa dikatakan serba berkecukupan, dengan rumah dan mobil serta berbagai fasilitas lain yang semua ia dapat dari penghasilan suaminya. Akan tetapi, setelah berpisah dari suaminya, semua itu tak lagi bisa ia dapatkan. Margareth tidak sudi lagi menerima pemberian apapun dari suaminya yang ia tahu didapatkan dari cara menghilangkan nyawa orang lain.
Imamura adalah seorang mafia yang banyak terlibat dalam berbagai kasus kejahatan, termasuk pembunuhan. Pria itu membiayai kehidupan Margareth dan ketiga buah hatinya dari pekerjaan kotornya. Mengetahui itu Margareth tentu saja tak sudi lagi hidup bersamanya dan akhirnya memutuskan bercerai demi ketiga buah hatinya. Sebagai ibu, ia ingin anak-anaknya tumbuh dengan baik dan dibiayai melalui pekerjaan yang benar. Bukan pekerjaan di mana kematian seseorang adalah keuntungan dari pekerjaan itu. Margareth tak bisa menyaksikan anak-anaknya dibesarkan dengan pekerjaan yang demikian, hingga akhirnya tepat lima tahun lalu ia berpisah dengan suaminya.
Kini Margareth menjalani hidupnya dengan jauh lebih baik dan mendapatkan ketenangan hidupnya setelah lima tahun berlalu. Akan tetapi, ketenangan itu kembali terusik ketika ia mendapat kabar mantan suaminya yang tewas dalam sebuah kecelakaan dan sampai saat ini jasadnya belum juga ditemukan. Margareth sangat terpukul mendengarnya, karena bagaimanapun meski sudah berpisah dari pria itu, sejujurnya perasaan Margareth padanya tetap sama. Ia masih mencintai pria itu sebesar perasaannya ketika masih hidup bersamanya.
“Baru setahun lalu aku mendengar dia menikah lagi dan memiliki seorang putri. Kupikir hidupnya baik-baik saja, hingga aku bisa menjalani hidupku tanpa perlu mencemaskannya. Tapi, kenapa sekarang keadaan seperti ini? Bukannya dia jauh lebih bahagia bersama wanita itu?” kata Margareth pada Daichi Izuke, adik tertua Imamura yang datang menyampaikan berita kematian sang Kakak.
“Aku juga sempat berpikir demikian, tapi dugaanku ternyata salah.”
“Apa yang sebenarnya terjadi?”
“Dia adalah putri dari seorang hakim yang tewas terbunuh dan kakakku menyalahkan diri atas kematian ayah mertuanya.”
“Apa?”
“Karena tak bisa melindunginya meski telah meninggalkan Yakuza, kakak terus menyalahkan diri. Padahal, demi wanita itu dia pergi dan hidup bertahun-tahun tanpa keluarga. Tapi, setelah segala usaha kerasnya, ia harus berakhir dengan mengenaskan. Irina bahkan tak pernah peduli atas apapun yang dilakukannya. Dia terus membencinya”
Margareth merasa seperti diremas hatinya mendengar apa yang baru saja dikatakan mantan adik iparnya. Meski ia telah berpisah dengan Imamura, tidak sekalipun ia pernah membencinya. Margareth hanya merasa kecewa, tapi benci tak pernah menghiasi perasaannya betapapun sakitnya ia harus menerima kenyataan yang tak sanggup diterimanya.
“Apa kau tahu hal terburuk dari semua itu?”
“Apa?”
“Irina membenci putri kandungnya sendiri.”
“Apa katamu?”
Awalnya Margareth hanya mendengar cerita itu dengan perasaan sedih. Tidak sekalipun berpikir berbuat sesuatu. Tapi, saat ia mendengar gadis kecil dibenci oleh ibu kandungnya sendiri, Margareth tak bisa tinggal diam. Naluri keibuannya seketika bergejolak saat ia mendengar bagaimana gadis kecil yang tak berdosa harus menanggung kebencian ibu kandungnya terhadap sang Ayah. Margareth merasa ini tak adil, karena tidak seharusnya kemarahan dan kebencian seorang ibu dilepaskan pada anak sekecil itu yang bahkan belum sepenuhnya mengerti apa yang sedang terjadi dalam hidupnya. Margaret bahkan yakin, gadis itu tidak benar-benar paham kalau sang ibunda membencinya.
“Aku khawatir hal buruk akan dilakukan wanita itu padanya”
“Seperti apa?”
“Entahlah”
***