TRAGEDI MALAM PERTAMA

Rindiyati mei cayo
Chapter #2

Cinta yang mengabaikan segala rintangan #2

Hari-hari Arum mulai dipenuhi oleh kehadiran Bayu. Sejak pertemuan mereka di kebun tebu, Bayu semakin sering datang dan menemani Arum bekerja. Mereka berdua menghabiskan banyak waktu bersama, berbagi cerita, bercanda, dan menikmati kebersamaan yang tumbuh dengan alami. Bagi Arum, Bayu adalah matahari yang menghangatkan hatinya yang selama ini dingin oleh kerasnya hidup. Ia tidak pernah membayangkan bahwa anak seorang juragan besar mau memedulikannya, apalagi mencintainya.


Setiap pagi, Arum menantikan kehadiran Bayu. Langkahnya yang biasanya berat menuju kebun, kini terasa ringan. Senyumnya selalu mengembang, dan hatinya berdebar-debar setiap kali melihat sosok Bayu mendekat dengan langkah tegap namun penuh kelembutan.


"Arum, aku membawakanmu makanan dari kota. Cobalah, ini enak," kata Bayu suatu pagi sambil menyerahkan kotak kecil berisi kue.


Arum menerima kue itu dengan ragu. "Tuan Bayu, saya ini hanya orang desa. Saya tidak pantas menerima perlakuan istimewa seperti ini."


Bayu tersenyum, memandang Arum dengan lembut. "Bukankah sudah kubilang, jangan panggil aku Tuan. Aku hanya Bayu, pria biasa yang mencintaimu."


Wajah Arum memerah. Kata-kata itu terdengar sederhana, tapi mengguncang hatinya. Dalam diam, ia mulai membiarkan dirinya terhanyut dalam rasa yang mulai tumbuh.


Waktu berlalu, dan kedekatan mereka semakin dalam. Arum mulai bercerita tentang kehidupannya, tentang almarhum orang tuanya, tentang perjuangan neneknya, Mbok Darmi, yang telah merawatnya seorang diri sejak kecil. Sementara Bayu bercerita tentang kesepiannya tumbuh dalam keluarga kaya yang dingin dan penuh aturan.


"Aku lelah, Arum. Hidupku selama ini seperti boneka. Ayah dan Ibu mengatur segalanya. Mereka memilihkan teman, memilihkan masa depan, bahkan mencoba memilihkan siapa yang harus aku cintai. Tapi bersamamu, aku merasa bebas," ujar Bayu sambil menatap hamparan kebun tebu yang luas.


Arum menggenggam tangan Bayu, mencoba memberikan kekuatan. "Aku juga bahagia bersamamu, Bayu. Tapi..."


"Tapi apa, Arum?"


"Nenekku, Mbok Darmi, selalu memperingatkanku. Ia bilang cinta kita tidak akan mudah. Ia takut aku akan tersakiti."


Bayu memandang Arum serius. "Apakah kau takut, Arum?"


Arum menggeleng perlahan. "Aku tidak takut, Bayu. Aku hanya... aku tidak ingin kehilanganmu. Aku tidak peduli jika keluargamu tidak menyetujui kita. Aku ingin bersamamu, apa pun yang terjadi."


Bayu tersenyum, lalu memeluk Arum erat. "Kalau begitu, kita harus berjuang. Aku tidak akan membiarkan siapa pun memisahkan kita."

Namun, peringatan Mbok Darmi bukanlah sekadar kekhawatiran tanpa alasan. Nenek Arum sudah lama hidup di desa itu. Ia tahu betul bagaimana keras dan liciknya keluarga Juragan Darmo. Ia tahu, orang-orang kaya itu tidak mudah menerima orang seperti mereka.

Suatu sore, saat Arum pulang dari kebun, Mbok Darmi menunggunya di depan rumah dengan wajah tegang.


"Arum, duduklah sebentar. Nenek ingin bicara."

Lihat selengkapnya