Di tempat tersembunyi di pinggir hutan, Arum dalam keadaan lemah dan tak berdaya. Ketiga pria bertopeng yang menculiknya melakukan perbuatan keji, mengabaikan segala jerit dan permohonan Arum. Mereka memperlakukannya dengan kekejaman yang tak terbayangkan, menghancurkan kehormatannya dan merenggut hidupnya dengan cara yang paling brutal.
Tubuh Arum kemudian dimutilasi tanpa ampun. Mereka membakar sisa jasadnya hingga menjadi abu, membuangnya di sungai agar tidak ada jejak yang tersisa. Semua dilakukan dengan dingin, sesuai perintah Juragan Darmo: "Hilangkan dia selamanya."
"Ingat, tidak boleh ada yang tahu. Tidak boleh ada yang menemukan sisa-sisanya," kata Pak Sardi pada kedua anak buahnya.
"Kami mengerti. Semua akan lenyap, seolah ia tak pernah ada."
---
Bayu tak henti-hentinya mencari. Ia melapor ke kepala desa, mengumpulkan warga untuk membantu pencarian. Mereka menelusuri hutan, sungai, bahkan bertanya ke desa-desa sekitar.
Hari demi hari berlalu, namun Arum tetap tidak ditemukan.
Bayu mulai terpuruk, ia menyalahkan dirinya sendiri. "Bagaimana mungkin aku tidak melindunginya? Mengapa aku tertidur begitu lelap?"
Mbok Darmi pun terpuruk dalam duka. Ia menatap kosong, tak mampu menerima kenyataan cucu satu-satunya menghilang tanpa jejak.
"Aku sudah memperingatkanmu, Arum... Aku sudah bilang... Tapi kau terlalu mencintainya," lirih Mbok Darmi, air matanya tak henti mengalir.
Bayu, yang merasa hidupnya hancur, mencoba mendatangi rumah ayahnya. Ia berharap, meski kecil, Juragan Darmo dan Nyai Ratningsih mau membantu mencari Arum.
Namun ketika ia tiba di rumah besar itu, ayahnya justru menatapnya dengan tatapan sinis.