***
Kereta terus melaju meninggalkan gemerlap hiruk pikuknya perkotaan. Disambut pemandangan yang sunyi hanya diisi gemerlap bintang yang mulai terbit dari balik gelapnya malam. Lembar demi lembar dibuka, kata demi kata dipahami, seperti menyelam dalam lautan makna dan hikmah. Kasih hanyut membaca tulisan Salim A Fillah dengan judul Bahagia Merayakan Cinta. Sebentar ia berhenti memahami bait yang perlu diulang karena indah rangkaian kata. Kadang ia mengangguk setuju dan mengerti. Tanpa sengaja juga ia tersenyum manis seolah malu tiba-tiba jatuh cinta sendiri. Di tengah asiknya menyelam mencari ribuan mutiara ia dikejutkan dengan panggilan seorang ibu yang berdiri di samping kursi.
"Maaf, mbak," ujar ibu dengan wajah gelisah dengan rambut kusut pendek bergelombang.
Kasih terheran dan membalas, "Iya, Bu. Ada apa, ya?"
"Maaf mbak saya minta tukaran kursi boleh? Mbaknya duduk di sana, saya di sini dengan anak saya." Telunjuk ibu mengarah ke kursi nomor 4.
Kasih pun akhirnya berdiri dan memastikan lagi, "Maaf, Ibu bisa diulangi?"
"Iya, mbak. Anak saya dari tadi menangis takut dengan bapak tatoan di sampingnya. Saya kasihan jadinya saya tawarin buat pindah tapi yang kosong cuma kursinya mbak apalagi mbaknya sendirian." Ibu itu mencoba menjelaskan terbata-bata dengan suara yang semakin pelan.
Kasih menelan ludah dan bertanya lagi, "Anaknya Ibu di mana?"