Trap in Mind

Mahina 'Ai
Chapter #3

Trap in Mind

“Ada apa Sayang? Kenapa kamu tersenyum?” tanya wanita ini. Aku tidak menjawab pertanyannya, melainkan kembali menyebutkan kata “Ayah” dan membuatnya menatap tajam ke arahku.

“Sayang, meski sekarang kita di rumah, kamu tetap harus meminum obat dari dokter ya,” ujar wanita ini. Tangannya dengan lembut mengusap rambutku. Rasanya sudah lama sekali aku tidak merasakan sentuhan seperti ini. Biasanya jika ada yang menyentuh rambutku, mereka akan berakhir dengan menjambaknya. Ah, perasaan nyaman apa ini.

Meski wanita ini sangat baik padaku, tetapi tetap saja aku membenci obat-obat itu. Tubuhku segera meringkuk di tempat tidur, membuatnya menghela napas panjang. Dia membiarkanku tertidur dan bergegas pergi dari ruangan ini.

Kini keheningan kembali menyelimuti kekosongan hati. Aku terdiam untuk beberapa saat hingga akhirnya tubuhku memilih bangkit dan turun dari tempat tidur. Kakiku segera membawa tubuh ini keluar dari kamar ini. Menuntunku menyisiri lorong-lorong kecil yang penuh dengan ruangan lain.

Sebuah tangga menyapaku di sudut lorong ini. Mereka seolah memintaku untuk memijaknya dan kuturuti saat itu juga. Perlahan tapi pasti, kakiku mulai menginjak satu demi satu anak tangga. Mata yang sebelumnya hanya menatap kumpulan orang gila, kini berubah menatap ruangan yang luas dipenuhi perabotan rumah tangga.

Aku tersihir dengan semua dekorasinya. Rasanya benar-benar hangat dan hidup seperti sebuah rumah. Tidak seperti di tempat itu, hanya ada warna putih, tumbuhan, dan orang-orang menyebalkan yang terus saja menyiksaku.

Kini kakiku sudah berada di lantai bawah, sedangkan mataku masih sibuk mengagumi ruangan yang sepertinya adalah ruang tamu. Tidak lama kutatap tempat ini, aku memutuskan untuk berkeliling lebih jauh lagi. Rasanya benar-benar seperti berpetualang!

Begitu tiba di ruang tengah, sebuah foto berukuran besar terlihat menjadi pusat ruangan ini. Dalam foto itu ada Ayah, Ibu, dan juga diriku saat masih kecil. Ah, aku ingat saat-saat ini. Rasanya ingin kembali ke masa itu, tetapi saat ini Ayah saja enggan mendekatiku.

“Ayah!” Aku melihat Ayah dan berusaha mengejarnya. Langkahnya semakin jauh dan membuatku kehilangan sosoknya. Kini entah ada di mana aku, yang jelas ini masih berada di rumah.

Kulangkahkan kakiku menyusuri lorong-lorong ini. Hingga tiba aku di sebuah lorong kecil yang cukup gelap. Menatapnya mataku tak mampu, kepalaku terasa semakin sakit dan bayangan-bayangan aneh mulai terlintas di pikiranku.

Teriakanku memekik, bibirku meracau diiringi gerakan tangan yang dengan kuat menjambak rambutku sendiri. Keramaian yang kubuat membuat suara kaki berlari mendekatiku. Namun, suara itu semakin membuatku takut dengan keadaan, rasanya di telingaku mereka berbaur menjadi satu. Membuat kepala ini semakin pusing dengan tekanannya.

Lihat selengkapnya