TRAUMA GENERASI

Vitri Dwi Mantik
Chapter #2

Bab 2 - Hibah Warisan

Keesokan paginya, ruang makan itu dihangatkan dengan suara pembaca berita dari video yang ditayangkan website “BeritaTerkini.com”. Berita itu mengabarkan berita sebuah kecelakaan di areal pembangunan Kota Mandiri di Kota Indramayu. 

“...Kecelakaan itu diduga oleh operator mesin derek yang bekerja dalam keadaan mabuk…,” kata pembaca berita di TV.

Aksa menggeser laman website pada iPadnya. Mara memberi kode “boleh pergi” ke Rhein dan Rhian. Kedua anaknya turun dari meja makan, berlari mencari mainan. Mara merapikan meja. 

“Ada kabar aneh. Dari temen lama,” kata Mara sambil melirik Aksa yang acuh menopang dagunya dengan tangan menyikut di meja. “Katanya ada surat wasiat buatku.” 

Aksa menurunkan surat kabarnya. “Koq, bisa? Emang dia notaris?”

“Iya.”

“Siapa yang meninggal?” Aksa mematikan iPadnya.

“Kerabat jauh. Aku nggak tahu gimana aku bisa dapat warisan darinya.”

“Apa warisannya?”

“Belum tahu. Dia katanya akan menjelaskannya dalam pertemuan nanti.”

Video Call aja, bisa, kan?” kata Aksa tak acuh, membuka iPad itu lagi.

Terdengar denting pesan masuk dari Rehan ke ponsel Mara. Mara membaca pesan dari Rehan. “Aku akan datang siang ini.”

“Temui aku di Zoom. Aku akan kirim linknya ke kamu,” tulis Mara membalas emailnya.

~~~&&&~~~

Di ruang kerja Aksa terdengar suara nada sambung Zoom. Lalu, suara Room yang dibukakan Mara. Di balik layar itu, Rehan duduk selama beberapa lama, mengamati Mara, tersenyum sambil menggeleng. Hanya audionya saja yang terbuka.

“Aku hampir nggak mengenalimu lagi,” kata Rehan.

Mara tertunduk menyembunyikan wajahnya yang pucat. Lalu, meminta Rehan membagi videonya. “Buka videomu, Rey,” kata Mara yang seperti terkejut dengan ucapannya sendiri, langsung membuang wajahnya. Ia tak mengira, nama panggilan kesayangan itu akan keluar lagi dari mulutnya.

Di sebelah Mara, Aksa menutup laptopnya. Mengerang pegal. Merundukkan kepala di atas meja. Membuka laci, mengeluarkan sehelai LSD. Ia mencabut secarik dari helaian obat psikedelik itu, lalu menempelkan carikan itu ke lidahnya. 

Rehan muncul di layar sambil tersenyum. Mara duduk mengamati wajahnya. Sadar dirinya diamati, Rehan tak menyembunyikan perasaan senangnya. Senyumnya terkembang saat mengeluarkan surat wasiat dalam jepitan clipper bersama empat lembar foto hitam putih dan dua buah kartu nama dari tas kerjanya. Ia melambaikan tumpukan surat-surat itu sambil tersenyum lebar dengan gaya khasnya.

Lihat selengkapnya