Traumatic Incident

Harits Arwan
Chapter #2

Traumatic Incident #1

Aku melihat kembali kejadian itu, sangat jelas dan menakutkan. Bahkan setelah kucoba menghentikannya, tetap tidak bisa - tak terkendali - ternyata memang tidak bisa dihindari.

Tetapi dipuncak ketakutanku, aku mendengarnya. Suara yang menarikku, seakan ingin membawaku keluar dari mimpi buruk itu.

"James. Bangun."

Aku tersentak. Dan terkejutanku ternyata membuatku berteriak, "Aahhh!"

"Sayang, kau hanya mimpi buruk. Tenanglah, semuanya akan baik-baik saja."

"Tidak, itu bukan hanya sekadar mimpi buruk. Semua itu seakan begitu nyata," kataku. Tubuh bergetar, dan berkeringat. Sedangkan jantungku berdebar dengan kencangnya. Aku tidak tahu kenapa mimpi buruk itu selalu menghantuiku, tetapi yang pasti mimpi buruk itu selalu berulang dalam ingatanku.

"Itu hanya mimpi buruk lainnya. Kau tertidur, ingat!" ucap Jean. Ia memegang tanganku, mencoba untuk menenangkanku.

Aku menghela napas. "Aah! Apapun itu yang lebih dari sekadar 'tertidur' akan lebih mudah jika aku tetap terjaga."

Jean bangkit dari tempat tidur dan membuka tirai, membiarkan cahaya pagi masuk menerangi kamar. "Bergegaslah tampan, kita harus pergi!"

"Baiklah, tunggu sebentar." jawabku. Sebelum benar-benar bangun, aku meletakan kembali kepalaku di atas bantal yang cukup lembut dan nyaman. Mencoba untuk menenangkan pikirkan walau hanya sebentar.

"Cepatlah!"

Ya, hari ini adalah hari jadi pernikahanku dengan Jean. Jadi aku berjanji padanya untuk mengajaknya berlibur dan menginap beberapa hari di sebuah penginapan. Sebenarnya ia yang memilih tempatnya. Meski letaknya cukup jauh dan mungkin bisa dikatakan 'terpencil' tetapi ia bilang bahwa penginapan itu memiliki pemandangan indah yang luar biasa. Sehingga dengan begitu, mungkin aku bisa menenangkan pikirkanku atas mimpi burukku.

"Ayo sayang, kau sudah siap?"

"Tunggu sebentar, aku masih bersiap," balasku. Aku bergegas. Tentu aku tidak ingin membuatnya menunggu, apalagi sampai membuatnya marah padaku.

"Oke, aku siap!"

Kami berangkat. Pelabuhan menjadi tujuan pertama kami. Aku yang tidak ingin tertinggal, mempercepat laju mobilku. Aku tidak bisa mencapai tujuanku tanpa menaiki salah satu transportasi, baik itu transportasi laut ataupun udara. Tapi Jean ingin merasakan nuansa yang berbeda sehingga ia lebih memilih untuk menaiki kapal untuk pergi ke sana.

"Kita sampai," ucapnya, "Kau tahu sayang, mungkin ini akan menjadi liburan yang menyenangkan."

"Aku harap begitu," desisku pelan. Semua orang memang mengharapkan kebahagiaan dan kesenangan, begitu juga denganku. Tapi aku tidak tahu, karena sebaik-baiknya rencana bisa saja berubah, dan aku tidak mengharapkan itu.

"Sayang, apa kau baik-baik saja? Kelihatannya kau tidak senang dengan liburan ini?" tanya Jean. Sepertinya ia cemas melihat raut wajahku yang terlihat murung. Meski kenyataanya begitu, aku mencoba untuk mengelaknya. Aku tidak ingin membuat kebahagiaannya berubah menjadi kesedihannya karena ia mencemaskanku, apalagi di hari istimewanya bersama diriku.

Aku tersenyum. "Aku baik, kau tidak perlu mencemaskanku. Aku selalu senang selama kau berada di sampingku."

Jean memelukku, mendekap tubuhku dengan erat. "Terima kasih sayang. Aku mencintaimu."

"Aku juga mencintaimu," balasku. Aku juga membalas pelukannya dan mencium lembut keningnya. Hingga seseorang mengganggu suasana keromantisan kami.

"Apa masih ada yang ingin naik? Karena sebentar lagi kami akan berangkat," ucap salah seorang kru kapal.

Jean melepaskan pelukannya dan mencoba untuk memberitahu kru kapal itu. Ia mengeluarkan kepalanya melalui jendela mobil seraya melambaikan tangannya, "Tunggu, kami ingin naik."

Lihat selengkapnya