Menyendiri bukanlah hal yang negatif. Tetapi menyediakan waktu untuk menyadari. Ini adalah kesempatan terbaik bagiku untuk berpikir, untuk merenung, untuk menghargai, untuk memvisualisasikan, dan bahkan untuk mengenal diriku sendiri.
Aku menghela napas saat emosiku mulai mereda. Namun aku sadar, bahwa di kesendirianku, aku merasakan ketakutan. Ketakutan itu semakin kuat, dan tidak terkendali. Membuat tubuhku bergetar, berkeringat, bahkan membuat jantungku berdetak semakin kencang. Kakiku terasa lemas, sulit untuk digerakan. Penglihatanku juga semakin kabur untuk melihat.
Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku hanya bisa memanggil Jean dengan suara serak, "Jean ... Jean ....!"
Aku sudah seperti kehilangan kesadaran. Aku melihat sesosok orang. Aku mendekatinya, dan ia memperlihatkan wajahnya. Aku terkejut melihat sosok itu, sosok yang membunuh dengan kejam kedua orangtuaku dihadapanku. Ia bicara padaku, "Kau akan mati seperti Ayah dan Ibumu."
Aku tidak tahan mendengar itu, membuatku tidak bisa mengontrol emosiku. "Kau pembunuh. Aku akan membunuhmu!" teriakku. Aku mencengkeram erat kedua lenganya, membuatku bisa merasakan semua kuku jariku menggores kulitnya.
Tapi ia menendangku, membuatku melepaskan cengkeramanku. Aku melihat ia berjalan menjauhiku, dan mengatakan sesuatu padaku, "Lihatlah! Kau hanya anak kecil, kau tidak akan bisa berbuat apa-apa. Karena yang bisa kau lakukan adalah mati."
Emosiku semakin memuncak. Aku mencoba mengejarnya. Tapi semakin kukejar, ia semakin jauh. Hingga aku melihatnya masuk ke dalam sebuah rumah. Aku mengikutinya, dan mencoba memasukinya, tetapi ia menguncinya
"Buka pintunya!" teriakku. Aku memukul-mukul pintunya. Bahkan aku mencoba menggunakan tubuhku untuk membukanya. Hingga setelah beberapa kali kucoba, akhirnya pintunya terbuka.
Aku memasuki rumah itu, dan ternyata seperti rumahku. Aku mulai mencarinya. Aku masuk ke dapur, di mana tempat kedua orangtuaku dibunuh. Aku melihat pisau yang digunakan orang itu. Dan aku mengambilnya.
Aku membawa pisau itu, dan menghunuskannya. "Di mana kau? Kau tidak akan bisa bersembunyi dariku!"
Aku masih mencarinya. Hingga aku sampai di sebuah ruangan yang tertutup rapat pintunya. "Aku tahu kau di dalam!" kataku. Aku mencoba membuka paksa pintunya. Tapi kali ini sangat sulit untuk di buka, seperti ada yang menghalanginya dari dalam. Aku tidak peduli jika tubuhku terluka ataupun tanganku mengeluarkan darah. Karena yang kuinginkan hanya pintu itu segera terbuka. Bahkan setelah aku mencoba lebih keras, akhirnya pintu itu berhasil terbuka.
Aku melihatnya, dan segera saja kuhunuskan pisauku ke arahnya. Tapi ia berhasil menghindar. Aku kembali menyerangnya, hingga ujung pisaunya berhasil mengenainya. Tapi dia tidak tinggal diam, karena dia mulai melawan, dan menjatuhkan pisauku. Aku mulai memukulinya. Bahkan beberapa pukulanku berhasil mengenai wajahnya. Tapi aku tidak mengira, bahwa sesuatu yang keras menghantam kepalaku. Aku terjatuh, dan terkapar lemas. Bahkan penglihatanku juga sudah mulai tampak kabur. Hingga disisa kesadaranku, aku sudah tidak melihat lagi sosok itu, tapi yang kulihat sosok Jean yang sedang menatapku. "Jean ...."
***
Aku tersadar dan mencoba membuka mataku. Tapi aku tidak merasakan Jean berada di sampingku. Aku tidak tahu apa yang telah terjadi padaku. Karena yang kurasakan hanyalah sakit di sekujur tubuhku. Tubuhku terasa remuk, hampir seperti mati rasa. Kepalaku terasa nyeri, seperti ada yang telah memukulku.