Kedamaian itu memang lebih penting daripada harus membuat diri menjadi gila karena terus mencoba memahami mengapa sesuatu bisa terjadi. Dan itu benar. Namun kedamaian itu belum aku dapatkan, meski aku telah mencoba untuk mendapatkannya.
Aku mencoba untuk bangun, tapi Dokter Eugene menghentikanku. "Tuan Davion, aku sarankan untuk saat ini kau beristirahat saja di sini, karena sebentar lagi hari juga sudah mulai hampir malam."
"Baiklah Dokter, terima kasih untuk semuanya."
"Sudah pernah kukatakan Tuan Davion, itu sudah menjadi tugas dan tanggung jawabku, jadi kau tidak perlu mengatakan itu. Kalau begitu Tuan Davion, aku permisi dulu!"
Dokter Eugene pergi meninggalkanku. Namun meski aku berusaha untuk beristirahat dan memejamkan mataku, aku tidak bisa, sehingga aku memutuskan untuk keluar untuk mencari suasana yang berbeda.
Aku pergi menuju teras belakang, tapi ternyata hari sudah mulai gelap. Dan aku takut akan kegelapan, sehingga aku kembali masuk ke dalam. Namun seseorang memanggilku, "James, di sini!" panggilnya. Aku mencari sumber suara itu dan ternyata Hugo yang memanggilku. Ia melambaikan tangannya padaku, bertanda memintaku untuk mendekatinya.
Aku mendekati Hugo dan aku lihat ternyata ia sedang bermain catur dengan seorang pria lansia, "Ada apa Hugo? Apa ada masalah?"
"Tidak ada. Hanya saja, apa kau bisa menggantikanku sebentar? Karena dari tadi Pak Tua ini tidak mengizinkanku untuk pergi, dan kau tahu sendiri kalau aku harus mengurus yang lainnya. Karena itu, apa kau bisa menggantikanku sebentar?"
"Baiklah," jawabku. Namun di saat Hugo hendak pergi, Pak Tua itu menghentikannya. "Mau ke mana kau? Kita belum selesai mainnya."
"Maaf Pak Tua, aku harus pergi. Tapi kau tidak perlu khawatir karena ada James yang akan menggantikanku."
"Cepat Anak Muda, sekarang giliranmu!" ucapnya.
"Baiklah, tunggu sebentar!"
Aku duduk menggantikan Hugo yang hendak pergi. Namun sebelum pergi ia berkata, "Terima kasih James, aku bisa mengandalkanmu."
"Tidak masalah."
Hugo pergi untuk mengurus pasien yang lainnya, sedangkan aku mulai melanjutkan permainan caturnya. "Baiklah Pak Tua, bersiaplah."
Aku dibuat tertawa saat bermain dengannya, hingga tanpa terasa aku telah bermain cukup lama. "Kau hebat juga Anak Muda, tapi lagi-lagi aku yang menang."