Traumatic Labyrinth

Revia
Chapter #1

Lintang Keemasan

Pov Num’a

Buk. Buk. Buk.

Memiliki pacar gangster selalu saja diisi dengan perilaku buruknya. Kali ini aku tidak menahannya karena sekolah lain yang mencari masalah. Permasalahan yang dihadapi awalnya memang sepele tapi, akhirnya tetap saja menjadi pertarungan yang panas.

Saling lempar batu, adu tongkat hingga tangan kosong mereka terus saja beraksi. Tidak kalah sangarnya aku juga ikut dalam adu kekuatan ini, meski Gavin sangatlah protektiv tapi, kepalanku cukup kuat kalau hanya untuk membuat mereka bertekuk lutut. Aksi ini biasa terjadi di sekolah kami dan terus lanjut sampai…

Tuit. Tuit. Tuit.

Sirine polisi datang. Mereka menghentikan tawuran ini. Pacarku langsung berlari begitu pula aku. Tangan kuatnya menggenggam tanganku, kita lari bersama tanpa memandang belakang karena kami tau tidak ada kesempatan lagi untuk mundur atau menyerah.

Para polisi turun dari mobil mencoba mengamankan yang lainnya tidak perduli kawan atau lawan. Saat ini yang ada di pikiran kami adalah kabur sejauh-jauhnya dari kejaran mereka. Untuk kali ini langit telah menutup sinarnya jadi kami bisa berlari.

Melihat sebuah pertokoan kosong kami menyelinap masuk ke dalamnya. Memasuki pagar melalui celah kecil yang ada. Kami duduk bersebelahan sementara teman-teman kami masih berlarian mencari tempat persembunyian yang masih saja di kejar-kejar polisi.

Waktu terus berjalan suasana kian sepi, suara polisi yang mengejar pun mulai tidak terdengar. Kami saling memandang, tersenyum dan cekikikan sendiri di tengah kondisi yang sangat menegangkan.

-o0o-

Berlari ke sebuah lapangan yang sepi dimana tidak ada seorang pun yang melihat. Kami berdua menikmati popmie, rasanya sungguh nikmat. Setelah lelah berkelahi dan juga diguyur angin malam. Makanan ini menjadi penghangat yang nikmat.

Kami terus berceloteh sambil menikmati makanan, saling berebut meski kami tau tidak jumlah yang kami habiskan tidaklah jauh berbeda dengan yang porsi kami sesungguhnya dan itu menyenangkan.

“Kamu pelit banget huh?”

“Yeee, biarin kamu juga pelit”

Tangan kami meletakkan sampahnya ke dalam kantung plastik kemudian menenggak minuman ringan yang tak kalah menyegarkan. Semuanya terasa mengambang di perut.

“Aaah, rasanya ku bisa hidup 100 tahun lagi”

“Gak mungkin!”

“Kenapa?”

“Kalau 100 tahun lagi kamu bakal kehilangan aku duluanan dan ketemuan kita bakal kelamaan”

Lihat selengkapnya