Pesawat yang kami tumpangi akhirnya mendarat di Kuala Lumpur Internasional Airport jam lima sore waktu Malaysia. Setelah semua peserta telah keluar dari pesawat, kami pun berjalan ke ruang pengambilan bagasi pesawat. Menunggu koper keluar dari ruangan.
Kulihat Mas Ali sibuk menghubungi seorang guide untuk perjalanan di Malaysia nanti. Khaibar telah mendapatkan kopernya terlebih dahulu. Aku menahan tawa ketika melihat kopernya yang lucu. Dengan koper yang berwarna kuning mencolok berbanding terbalik dengan penampilan Khaibar yang terkesan maskulin. Koperku saja hanya berwarna putih polos.
Kupandangi Khaibar yang sedang sibuk mengobrol dengan dua gadis muda. Penampilan mereka bak anak kuliahan. Gadis pertama entah sengaja atau tidak ia menyentuh lengan Khaibar. Saat itu juga Khaibar menatapku sekilas. Dengan cepat aku menghindari tatapannya. Lalu kembali menatap koper-koper yang masih berputar di mesin.
“Kayaknya banyak banget cewek yang terpesona sama mantan lo itu, Ceu.” ujar Medina.
“Bukan urusan gue, Ceu.” jawabku tak peduli.
“Yakin perasaan itu udah hilang?” Medina memainkan alisnya.
Perasaan apa? Perasaan masih sayang sama Khaibar? Mustahil. Aku sudah tidak tahu di mana perasaan itu berada.
“Ada yang hilang?” tanya Khaibar tiba-tiba.
Kamu. Jawabku di dalam hati.
“Koper kamu belum keluar juga?” Khaibar berdiri di sisiku.
Medina yang mendengarnya langsung menyikut lenganku.
Aku menatap Medina tak mengerti.
“Eh iya nih, kopernya Irena belum keluar. Guide Malaysianya udah datang, ya?” tanya Medina basa basi.
“Sepertinya belum. Eh iya, kita belum kenalan. Gue Khaibar.” Khaibar mengulurkan tangan kanannya. Sok asyik ya Anda?
Medina membalas jabat tangan Khaibar. “Medina.”
“Udah lama kenal Nana?” Medina kebingunan mendengar sebutan namaku.
“Irena? iya. Kita sahabatan sejak kuliah. Tau gak dulu Irena sering banget cerita tentang aww...” Aku langsung mencubit Medina sebelum wanita itu membocorkan rahasiaku.
Medina menatapku kesakitan.
“Cerita apa?” tanya Khaibar penasaran.
“It’s none of your business.” kataku sambil mengambil koper yang sudah ada di hadapanku.
“Oh iya, kalo Khaibar kenal sama Irena di mana?” tanya Medina pura-pura tidak tahu.
Aku menggelengkan kepala. “Teman lama, Med. Gak penting juga kan mengingat masa lalu.”