Travel - Ex

Fikra Nur Syahbana
Chapter #5

Bab 4 : Kota Tua Penuh Kenangan

Paginya, setelah kami check out dan bus meninggalkan hotel. Pakcik Rashid mengumumkan bahwa kami akan dibawa ke kota tua Malaysia, yaitu kota Melaka. Butuh waktu kurang lebih tiga jam untuk menempuh perjalanan ke sana. Bus melewati jalan tol yang lengang. Di kiri dan kanan kami disuguhkan pemandangan perkebunan kelapa sawit yang asri.

Di Malaysia, pengendara motor diperbolehkan masuk jalan tol secara gratis. Jalur kiri apabila si pengendara motor melaju dengan pelan. Jika mereka ingin berada di jalur kanan, mereka harus mempercepat kecepatan motornya.

Paman Ikhsan sengaja menyetel film Munafik 2 agar para peserta trip tidak merasa bosan di sepanjang perjalanan. Karena sebelumnya aku sudah pernah menonton film Munafik yang pertama beberapa tahun yang lalu, mau tidak mau aku memperhatikan film yang disetel melalui televisi bus tersebut. Sedangkan Medina lebih memilih untuk berselancar di Instagram. Mencari inspirasi untuk foto nanti. Peserta yang lain pun lebih memilih tidur untuk mempersingkat waktu.

Jarak dudukku dengan televisi bus lumayan cukup jauh sehingga aku tak dapat melihat gambar dengan jelas.

“Duh, teks filmnya gak keliatan nih.” kataku sembari memicingkan mata.

“Yaudah maju aja sana.” Medina memberi saran.

Aku melangkah maju agar dapat menikmati film lebih nyaman. Kemudian duduk di tangga samping supir bus.

“Tak nampak ye?” tanya Paman Ikhsan ketika tatapanku masih tertuju pada layar.

Aku terkekeh. “Eh iya, Paman. Gak keliatan filmnya kalo dari belakang.”

“Irena, duduk di samping Khaibar aja.” Mas Ali menyentuh bahuku.

 Aku memandang Khaibar yang sedang memejamkan matanya lalu berpikir sejenak.

“Kita semua duduk di atas, masa kamu di bawah.” lanjut Mas Ali.

Jadi barisan tempat duduk paling depan diduduki oleh Pakcik Rashid, Mas Ali, dan Khaibar. Kulihat bangku di samping Khaibar yang kosong. Mas Ali duduk bersama Pakcik Rashid. Dengan terpaksa, aku duduk di samping Khaibar untuk sementara karena ingin menuntaskan film Munafik 2 yang penuh adegan menegangkan. “Oke, Mas.”

“Suka film horor juga?” tanya Mas Ali ketika aku sudah duduk.

Aku mengangguk.

“Biasanya si Khaibar juga suka nonton film horor. Tapi tuh anak kayaknya capek banget sampai tertidur gitu.” Aku menoleh pada Khaibar yang sedang tertidur. Mas Ali kemudian kembali memainkan ponselnya.

Sebagai pecinta film horor, film Munafik 2 termasuk list yang harus kutonton. Apalagi kini aku menonton film tersebut di negara asalnya, Malaysia. Jalan cerita Munafik 2 pun terbilang sederhana. Film ini mengangkat drama faktual yang memang sering terjadi di masyarakat. Perihal orang-orang yang mudah goyah dalam mempertahankan keimanannya. Dengan jumpscare dan efek suara yang menakutkan membuat Munafik 2 menjadi film terlaris di negeri Jiran.

“Aww.” Khaibar terbangun. Ia meringis kesakitan. Tanpa sengaja aku mencakar lengannya karena terkejut dengan adegan hantu yang tiba-tiba muncul.

Aku tergelak. “Sorry, sorry... terbawa suasana.”

Lihat selengkapnya