Travel - Ex

Fikra Nur Syahbana
Chapter #6

Bab 5 : Berbicara Perasaan

Uncle, Pesan es kelapanya dua ya.” kataku pada si penjual minuman.

Si bapak segera membuatkan dua gelas es kelapa sesuai pesananku. Aku memberikan dua lembar uang lima ringgit padanya.

Aku kembali duduk di sebelah Medina sambil membawa dua gelas minuman. Tangan perempuan itu mengibas-ibas kegerahan. “Danis belum jawab WA lo, Ceu?”

Kami sama-sama menyeruput es kelapa.

“Belum.” jawabku singkat sambil menatap layar ponsel.

Kemudian kuletakkan ponselku di meja.

“Med, menurut lo Danis masih cinta gak sih sama gue?” Medina memajukan bangkunya ke arahku.

Aku tahu kalau Medina sama sepertiku. Tidak memiliki banyak kisah romantis di kehidupan kami. Kami terlalu fokus dengan pekerjaan masing-masing. Tapi setidaknya Medina lebih paham akan sifat laki-laki.

Medina berpikir sejenak. “Hmm, kalo cowok udah ada tanda-tanda menghilang seperti itu biasanya ada sesuatu yang dia sembunyikan, Na.”

“Maksud lo dia ada cewek lain gitu?”

Medina mengangkat bahu. Ragu dengan perkataannya.

Ia memandangku lekat-lekat lalu bertanya,“Saat lo putus sama Khaibar. Dia juga menghilang dan gak ngasih lo kabar kan?”

Aku terdiam. Mencoba mengingat masa lalu. Di awal kami kuliah, aku dan Khaibar memang jarang berkomunikasi. Kami mulai sibuk dengan tugas kuliah yang setiap hari menumpuk. Ketika waktuku senggang, sesekali kuhubungi Khaibar. Lama pria itu menjawab pesanku. Sampai kutahu bahwa ada perempuan lain yang menemani hari-hari Khaibar yang sibuk.

Khaibar memandangiku dari kejauhan. Ia baru saja keluar dari sebuah toko coklat yang berada di sebrang Muzium Belia Malaysia. Lalu berjalan ke arah kami. Kamera tergantung di dadanya. Tangannya membawa sekantong belanjaan berisi coklat. Untuk apa dia membeli coklat sebanyak itu.

Khaibar memberikan sebuah coklat yang ukurannya cukup besar padaku dan Medina. “Buat kalian.”

Aku tidak segera mengambil coklat itu. Sedangkan Medina sudah mulai membuka bungkusan coklatnya. “Makasih ya, Khai.” ucap Medina senang.

“Masih suka coklat seperti dulu kan, Na?”

Aku menggeleng. “Udah lama gak makan coklat dan gak mau juga.”

“Kenapa?”

Karena Danis melarangku untuk makan coklat.

Lihat selengkapnya