Paginya, ini hari terakhir kami berlibur di Singapura dan sore nanti kami akan pulang ke Indonesia. Setelah check out, semua rombongan masuk bus. Mas Ali dan Khaibar menerima Danis bergabung bersama kami. Awalnya, Khaibar menjelaskan pada Mas Ali tentang Danis yang statusnya sebagai pacarku. Mas Ali cukup terkejut dan kutahu kalau ia terpaksa mengizinkannya.
Danis duduk di sampingku. Sedangkan Medina pindah ke bangku belakang. Bergabung bersama rombongan trip lain. Untungnya, masih ada sisa bangku kosong untuk Medina. Semalam setelah kuceritakan padanya tentang kedatangan Danis di Singapura yang meminta maaf padaku dan berjanji akan berubah, Medina kecewa atas keputusan yang kuambil. Dia tak percaya bahwa aku masih mau menerima Danis.
“Yang benar saja, Ren! Lo jauh lebih pintar daripada ini. Lo punya opsi lain untuk bilang tidak ke Danis.” ucapnya kecewa.
“Danis janji kalau dia akan berubah, Med.” kataku lirih.
Medina menghela napas. Tak ada yang bisa ia perbuat.
“Tapi gue berharap kali ini Danis benar-benar berubah.” tanggapannya sambil merapikan baju ke dalam koper.
Kehadiran Danis di bus juga menimbulkan banyak pertanyaan. Terutama dari kelompok Ibu Ajeng dan teman-temannya.
“Jadi ini calonnya Mbak Irena? Yang dokter itu?” goda Ibu Ajeng.
“Wuah, ganteng juga ya pacarnya. Coba ketemu lebih dulu dengan anak perempuan saya. Dia perawat di RSCM.” komentar Ibu Olla. Selalu saja ingin menjodohkan seseorang dengan anaknya. Apa tidak ada yang minat dengan anaknya atau bagaimana?
Danis hanya tersenyum kaku. Ia tidak mengerti mengapa mereka sangat memuji dirinya. Aku paham bahwa sifat Danis sangat berbeda dengan Khaibar. Danis tidak humoris. Dia tipe pria yang terkesan serius dan mengkritik. Sedangkan Khaibar selalu membuat orang-orang di sekitarnya nyaman dengan candaannya. Meskipun dengan orang asing sekalipun.
Sejak ada Danis di sini, aku dan Khaibar tidak berbicara satu sama lain. Kami menjaga jarak. Meskipun mata kami masih sering berpapasan, aku langsung membuang ke arah lain. Begitupun sebaliknya.
Bus melewati jalan Orchard Road. Terlihat banyak pusat belanja di sana seperti Plaza Singapura, toko mainan Hamleys, Orchard Central, juga pusat pembelanjaan kelas atas Paragon. Sayangnya, dengan waktu yang terbatas kami tidak dianjurkan untuk turun dan masuk ke dalam sana.
Pagi ini, warga lokal maupun wisatawan mulai memenuhi trotoar. Mereka berjalan kaki dengan cepat. Selain untuk menghemat biaya, mereka memilih berjalan kaki untuk menjaga kesehatan. Namun, jika dirasa akan melakukan perjalanan jauh barulah mereka akan naik transportasi umum. Bus atau MRT menjadi pilihan yang sering mereka pakai.
Tak lama bus kami pun telah sampai di Gardens by the Bay. Semua orang turun dari bus. Rasanya beda sekali menghirup udara di Singapura dan di Indonesia. Meskipun sudah banyak kendaraan yang hilir mudik di jalanan, tetap saja udara di sini masih segar dan sejuk.
Gardens by the Bay adalah kebun kota yang dibuat dengan fasilitas yang sangat luar biasa dan dilengkapi fasilitas canggih lainnya. Tidak sedikit wisatawan yang mengatakan Gardens by the Bay sebagai kebun tercantik. Banyak jenis tanaman yang didatangkan langsung dari penjuru dunia. Uniknya, Super Tree Grove atau Taman Avatar yang dibuat dengan model vertikal sehingga membentuk menyerupai pohon-pohon raksasa pada malam hari akan menyala dengan lampu warna-warni sehingga yang melihatnya akan terpesona. Wisatawan juga disuguhkan pemandangan Hotel Marina Bay yang dapat dilihat dari sini.
Danis dan aku berfoto bersama dengan latar belakang pohon raksasa buatan itu. Tangannya merangkul tubuhku mesra. Aku cukup canggung menerima perlakuan Danis yang begitu intim. Selama kami berpacaran, kami jarang sekali bisa sedekat ini. Apalagi Danis bukan tipe pria yang aktif di depan kamera.