Travel - Ex

Fikra Nur Syahbana
Chapter #25

Bab 24 : Hadiah Darinya

Keesokannya aku langsung memutus kontrak kerja dengan ZeAns. Setelah pertemuan yang memalukan itu, aku tidak pernah bertemu dengan Danis lagi. Kudengar dua bulan kemudian Danis dan Nameera memutuskan untuk menikah. Beberapa foto pernikahannya muncul di timeline Instagramku. Aku sama sekali tidak mempedulikannya.

Begitupun dengan Khaibar yang tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Berkali-kali aku mencoba menelponnya tapi tidak ada jawaban darinya. Aku kecewa padanya. Dua kali pria itu menyakiti hatiku. Sampai aku berada di titik kalau aku sudah lelah dengan masalah percintaanku.

Ada hal yang lebih penting untuk dipikirkan, seperti masa depan bisnisku dibanding putusnya cinta. Berminggu-minggu kuhabiskan waktu di butik. Fokus dengan karya-karyaku selanjutnya. Aku bebas mengikuti berbagai acara pagelaran busana tanpa ada yang mengekangku. Bertemu dengan teman lama dan orang-orang baru tanpa ada yang membatasi pergaulanku. Aku senang dengan perubahan hidupku yang lebih baik dari sebelumnya.

Mama dan Papa sudah menerima keputusanku untuk tidak menikah di waktu cepat. Sebelumnya mereka sudah mengenalkanku pada sejumlah pria yang sesuai dengan kriteria mereka. Namun, aku menolaknya dengan tegas. Aku butuh intropeksi diri dan waktu untuk memperbaiki semuanya. Membawa nama keluarga menjadi lebih baik dengan prestasiku.

Esok adalah hari yang aku tunggu-tunggu. Brand pakaianku, IQeren, akan meluncurkan beberapa produk pakaian baru. Sebulan ini timku sudah bekerja keras untuk menyukseskan acara pagelaran busana milikku. Di balik kemajuan bisnisku saat ini, ada beberapa orang yang ikut membantuku. Memberikanku saran dan kritik sehingga aku semakin semangat untuk melakukannya.

“Mbak, ada kiriman dari seseorang.” ujar salah satu pegawaiku ketika aku sedang mengontrol persiapan untuk acara besok.

 “Oh ya?” aku berjalan keluar dari gedung.

Dua petugas ekspedisi telah menungguku. Tangan mereka mengangkat kotak besar nan panjang yang disampul berwarna coklat dan dilapisi bubble wrap.

Aku mengernyit.

“Untuk saya?” tanyaku.

“Mbak Irena ya?” aku mengangguk.

“Paketnya mau ditaruh di mana ya, Mbak?”

“Maaf, boleh tahu siapa pengirimnya dan jenis isi paketnya apa?” tanyaku lagi. Mereka mengulurkan secarik kertas berisi invoice.

Kulihat kertas itu. Tidak ada nama si pengirim. Hanya keterangan barang mudah pecah. Lalu karena kasihan karena melihat petugas ekspedisi yang mulai keberatan, akhirnya kuizinkan mereka untuk menaruh di salah satu ruangan.

“Makasih ya.” ucapku pada mereka.

“Dari siapa, Mbak?”

“Enggak tahu. Saya harap sih ini bukan bom ya.” kataku sambil tertawa.

“Mau saya panggilkan orang untuk membukanya, Mbak?” tanyanya.

Aku berpikir sejenak, “Boleh. Saya juga penasaran sama isinya.”

Beberapa pria mulai membuka isi paket itu. Lapisan demi lapisan mereka buka dengan hati-hati. Dari bentuknya, aku menebak kalau isi paketnya adalah foto atau lukisan. Dan ternyata benar tebakanku.

“Mbak Irena, mau dipajang di mana lukisannya?” tanya salah satu dari mereka.

Lihat selengkapnya