"Ah! Hentikan, Tuan! Ah! Jangan siksa saya lagi, Tuan."
Pria tua yang rambut serta janggutnya telah beruban disalib dan dicambuk dengan rantai besi berkarat. Penyiksaan telah berlangsung hingga beberapa jam. Tiga pasukan militer Jepang tak juga menghentikan penyiksaan meskipun seluruh tubuh pria tua itu dipenuhi luka pecut.
Mulutnya pun berdarah akibat dihantam dengan kasar. Di sebelah salib si pria tua, ada lelaki yang usianya berkisar tiga puluh tahun, diikat pada sebuah kursi. Satu tentara lainnya menyiksa pria itu dengan mencabuti kuku-kuku tangan serta kakinya.
Sedangkan satu tentara lainnya dengan santai menyaksikan pemandangan memilukan itu sembari menyesap rokok dengan khidmat. Sesekali meneguk segelas arak.
"Hei! Lebih keras lagi! Teriakan kalian masih kurang terdengar menderita." Begitulah ucapnya lalu tertawa dengan renyah.
"Hei, Pak Tua! Siapa namamu?" tanya tentara yang memegang rantai besi.
"R-Robi ...," ucap kakek itu dengan lenguh napas berat.
"Kau dengan berani mencoba melarikan diri dari terowongan ini? Inilah yang kau dapatkan sekarang. Kau pantas tersiksa sebelum mati!"
"B-bunuh saya, Tuan. Daripada harus tersiksa seperti ini, saya lebih baik bertemu dengan Tuhan saya!" tandas pria tua sembari menatap tentara di hadapannya dengan lamat.
"Kau menantang kami, Pak Tua?" Rantai kembali mengayun dan menyetubuhi kakek berjanggut putih.
Setiap malamnya, terowongan itu memang selalu dipenuhi oleh jerit para tawanan. Sudah lebih dari seratus orang mati karena membangkang pada peraturan tentara Jepang. Tidak. Sebenarnya para tentara tidak pantas disebut sebagai manusia. Mereka adalah iblis yang senantiasa merusak, merenggut kehidupan orang lain.
"Hei, kau masih bisa berteriak?" tanya tentara yang memegang capit sembari menjambak rambut lelaki yang terikat di kursi.
Lima jemari tangan kanannya sudah kehilangan kuku. Darah terus mengucur deras.
Lelaki itu tidak sanggup membuka mulut, napasnya tersengal lelah.
"Kalau begitu," ucap tentara, lalu mengganti capit dengan palu, "ini sepertinya bisa membuatmu berteriak lagi," lanjutnya tersenyum jahat.
"T-Tidak." Lelaki itu serak dan parau.
Tentara menyeringai. Ia pun memegangi kepala sang lelaki yang kemudian berontak sekuat tenaga, tetapi tak dapat menghentikan aktivitas tentara.
"J-Jangan!" kata lelaki itu dengan wajah ketakutan.
Palu terangkat, kemudian memukul jemari tangan si lelaki yang kukunya telah hilang serta bersimbah darah. Satu teriakan panjang lantas keluar dari mulut.
"Hentikan, Tuan. Hentikan ...." Lelaki itu memohon dan menangis.
--xxx--
Beberapa hari berlalu semenjak Dava menyelamatkan Lisa, wanita malam yang bekerja di Don't Come In. Mereka kini menjadi teman sehingga sering bertemu dan diskusi perihal Gunung Trawang. Faktanya, kedua insan itu selalu diberikan bayangan menyeramkan tentang masa lalu kelam terowongan di bawah gunung itu. Jadi, dengan bekerjasama mungkin mereka dapat memecahkan misteri yang ada.