Tujuh puluh dua tahun silam, Lombok dikuasai oleh tentara Jepang yang datang pada tahun 1942 di Indonesia. Tidak hanya Lombok, tetapi juga pulau-pulau kecil di sekitar pulau Lombok. Tepat di arah utara, terdapat 3 pulau yang orang Sasak Lombok menyebutnya sebagai gili. Selama berkuasa di Lombok, penjajahan masa Jepang membuat penduduk setempat banyak yang mati akibat kelaparan dan terlalu lelah dalam penyiksaan.
Banyak penduduk yang memilih untuk mati daripada harus mengikuti perintah dan aturan yang dibuat seenaknya oleh tentara Jepang. Oleh sebab itu, pasukan militer Jepang mengungsikan ratusan penduduk—yang dianggap membangkang—ke pulau Trawangan. Hingga kemudian melakukan penyiksaan yang amat sangat kejam.
Mereka—para tawanan—diperlakukan tidak manusiawi. Mereka dipekerjakan, tetapi tidak diberi makan dan minum. Para tawanan hanya boleh makan dan minum sekali dalam dua hari. Tidak heran jika tubuh mereka kurus dan kerempeng.
Setelah terowongan yang dibuat oleh para tawanan—berdasarkan perintah militer Jepang—jadi, penyiksaan yang lebih kejam berlanjut. Para militer membuat penjara yang teramat sempit, yang mana hanya muat oleh ukuran satu orang saja jika berdiri. Setiap harinya, mereka diberikan makanan sisa yang sudah basi. Bahkan untuk minum pun hanya diberikan air laut yang belum disaring.
--xxx--
“Aku punya tangkapan bagus, Ron,” ucap Dava sembari menyesap kopi hangatnya di pagi yang indah ini setelah usai mengantar sarapan ke kamar para tamu.
“Tangkapan? Apa?” Roni kemudian duduk berhadapan dengan Dava pada meja bundar di samping meja reception.
“Tadi malam aku melihat Dokter Jun ke Gunung Trawang. Kecurigaanku selama ini memang benar adanya. Ternyata, ada yang dia sembunyikan selama ini. Di balik wajah ramahnya, dia benar-benar sudah menipu kita,” jelas Dava.
“Dokter Jun? Ke Gunung Trawang? Loh, memangnya kenapa, sih? Ada yang aneh memangnya?” Lantas Roni menyembur Dava dengan beribu pertanyaan.
“Maksudku, ada keperluan apa seorang dokter ke Gunung Trawang? Saat aku tanya, Dokter Jun cuma menjawab kalau dia ingin pulang. Tapi, yang aneh ialah, kenapa pulangnya melewati jalan Gunung Trawang? Bukannya kalau dari klinik seharusnya rumahnya itu dekat dan nggak perlu memutar segala?”
Roni meletakkan tangannya pada dagu, berpikir sejenak. “Wah, iya juga, ya. Dari cerita kamu, itu emang aneh, sih. Apa yang dia lakukan di Gunung Trawang, ya? Mungkin berkunjung ke rumah temannya? Atau ada pasiennya?”
Kecurigaan itu akhirnya membuat Dava dan Roni ingin membuktikan bahwa Dokter Jun benar-benar terlibat secara langsung dengan misteri Gunung Trawang. Seminggu kemudian, di malam yang sama, yaitu malam Jumat ketika Dava bertemu dengan Dokter Jun, Roni dan Dava telah merencanakan sesuatu. Tidak lupa juga, Dava mengajak Lisa untuk ikut serta dalam misi mereka.
“Dav!” panggil Roni berbisik tajam mendekati Dava. “Perempuan itu siapa?”
“Oh, ya. Aku lupa mengenalkanmu pada Lisa.”
“Lisa? Pacarmu?”
“Bukan. Temanku. Satu minggu yang lalu aku ketemu sama dia,” kata Dava, “Lisa!” panggil Dava.
Lisa yang beberapa meter di hadapan dua lelaki itu lantas mendekat.
“Kenalin, Lis. Ini Roni. Temanku di Hotel Aura.”
Lisa pun mengulurkan tangan, kemudian berucap, “Lisa.”