TRAWANG

Marion D'rossi
Chapter #9

Penerawangan

Seperti biasa, sebuah klinik di pulau Trawangan selalu sepi dengan pasien. Klinik itu merupakan tempat Dava pernah dirawat setelah tragedi Kafe Papaya yang menyebabkan hilangnya Om Rio. Terlihat Dokter Jun masuk ke klinik di pagi ini. Akan tetapi, ada yang aneh. Dokter Jun mengunci pintu klinik. Ia masuk ke sebuah ruangan pekat. Di dalamnya terdapat beberapa jeruji besi di sisi kiri dan kanan. Hanya sesaat, Dokter Jun keluar dari ruangan itu dan melangkah, lalu kembali membuka pintu klinik.

Sementara itu di Hotel Aura, Roni dan Dava masih termangu sembari mengingat kejadian semalam. Rasa bersalah menghantui pikiran kedua lelaki itu. Mereka telah membiarkan seorang manusia mati bahkan di hadapan mereka. Namun, tidak hanya itu. Dava terlebih memikirkan apa kaitan Dokter Jun dengan misteri Gunung Trawang. Perihal yang selalu mengganggunya, Dokter Jun merupakan penduduk asli pulau ini, apa tujuannya?

Dengan begitu, Dava tidak bisa tinggal diam. Ia mulai mengorek informasi tentang Dokter Jun. Dava bertanya kepada penduduk sekitar pulau. Namun, tak ada seorang pun yang mengetahui latar belakang Dokter Jun. Menurut pengakuan warga, dokter itu tidak pernah bersosialisasi. Bahkan di hari libur, ia selalu pergi. Terlebih rumahnya selalu sepi. Ya, Dokter Jun sebenarnya tidak pernah pulang ke rumahnya.

“Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa semua ini menjadi begitu rumit?” gumam Dava dengan tatapan hampa.

“Dokter itu kuncinya, Dav. Aku yakin dia menyembunyikan banyak hal. Coba kamu pikir, untuk apa mayat? Untuk apa dia … nggak. Tunggu dulu.” Roni berpikir sejenak. Ia menyadari sesuatu yang lebih besar, yang telah dirinya dan Dava lupakan.

“Kenapa?” Dava menatap Roni.

“Kenapa malah orang lain yang jadi korban hantu itu? Coba kamu pikir, kenapa Dokter Jun yang lebih dulu datang nggak menjadi korban hantu-hantu itu? Apa jangan-jangan ….”

“Dia bersekutu dengan hantu-hantu itu?” tebak Dava kemudian.

“Aku nggak yakin, Dav. Tapi, cuma itu jawaban yang cocok dari serangkaian peristiwa yang kita lihat dan alami sendiri.”

“Tapi, bagaimana caranya bersekutu dengan para hantu itu? Apa tujuannya?” Dava geram, ia membenturkan kepalan tangannya pada meja. “Benar-benar nggak bisa dibiarkan! Kalau memang itu yang sebenarnya terjadi, berarti dia juga dalang dari hilangnya Om Rio. Ah, setan!” Dava kembali terpancing amarah dan memukul meja.

Roni melihat Dava, tidak ada yang bisa ia katakan. Mereka sama-sama tenggelam dalam kebingungan.

--xxx--

“Aku di mana?”

Dava menatap kegelapan di sekeliling. Bau tanah basah sehabis hujan tercium oleh hidung. Dava menarik napas dalam. Lelaki itu mencoba melangkah. Selangkah. Kegelapan itu lalu berubah menjadi lahan kosong yang luas. Di sisi kiri, kanan, depan, dan belakang ada bukit yang mengelilingi. Gersang. Di sebelah utara, tepat di depan pintu masuk terowongan, Dava menyaksikan sendiri dengan mata dan kepalanya. Berderet sekitar lima puluh orang laki-laki, perempuan, anak-anak, serta kakek-nenek.

“Ada apa ini? Hei, ada apa ini?”

Dava membelalak, meski tatapannya benar-benar hampa.

Di belakang setiap orang yang tangannya terbelenggu itu, berdiri pasukan militer sambil memegang sebuah katana.

Lihat selengkapnya