Kerusuhan terjadi di terowongan akibat pemberontakan para tawanan. Emosi telah berkecamuk menggerogoti hati. Beberapa tentara Jepang mati di tangan para tawanan yang sebagian adalah pria paruh baya. Tak dapat dihentikan kerusuhan yang terjadi. Sementara mereka yang mendekam di penjara mengamuk-amuk; menendang dan menghantam jeruji besi paten.
Tidak tinggal diam, tentara Jepang mengambil tindakan kejam, yaitu dengan cara membunuh para tawanan yang tak bisa ditenangkan. Timah panas ditembakkan satu per satu menembus perut, dada, serta bagian vital mereka. Tawanan yang lain—yang tengah mendekam di jeruji—lantas sunyi pada akhirnya.
“Bangsat! Mau melawan, kalian?!” teriak salah satu tentara Jepang yang mulai terpancing emosi. Dilihatnya seorang pria paruh baya yang tak berani melawan setelah melihat kawan-kawannya terbunuh keji, lalu melangkah langsung menerkam terjang pria itu pada bagian perut.
Pria itu memuntahkan darah dan berbaring lemah, bergerak ke sana kemari seperti cacing kepanasan.
“Mau melawan lagi kalian?! Ayo! Maju!”
Tak ada yang bersuara. Meski begitu, tentara yang menyandang gelar kapten itu belum puas. Emosinya belum habis dikeluarkan, langkah terakhir yang ia ambil yaitu membunuh pria yang tengah kesakitan.
“Mati kau!”
Peluru ditembakkan.
Dava yang tengah menyaksikan kejadian masa lampau itu lantas menatap kosong, ia bersimpuh meratapi nasib para tawanan yang dibunuh dengan cara tak berprikemanusiaan.
Tidak sampai di situ, pandangan Dava beralih pada sebuah tempat lain—masih di dalam terowongan. Ia melihat beberapa pria mengenakan baju putih dan mengenakan masker.
Salah satu pria berseragam putih membedah perut seorang wanita paruh baya, yang kemudian dimasukkan sebuah granat ke dalamnya. Dava membekap mulutnya rapat-rapat. Ia ingin muntah melihat kejadian itu tepat di depan mata. Akan tetapi, Dava di sini hanya sosok roh yang telah dipindahkan ke masa lalu untuk diberi petunjuk.
Setelah itu, perut wanita itu kembali dijahit. Tak lama sadar, semua pria keluar dari ruangan, mengunci pintu. Sedang Dava masih ada di dalamnya. Apa yang akan mereka lakukan?
Tentu, Dava belum mengerti maksud dari tindakan yang dilakukan pria-pria berseragam putih tadi. Ia tatap sang wanita yang mulai membuka mata pelan.
Wanita itu mengedarkan pandangannya ke sekitar, ia mulai beranjak dari ranjang dan melangkah ke pintu dengan gontai. Akan tetapi, mendadak seluruh bagian tubuhnya terurai sekaligus cairan merah menyembur dari setiap sel darahnya. Matanya mencelos dan hancur, tercerai-berai di sekitar ruangan. Bersamaan dengan itu, mata Dava seakan ingin keluar dari cangkangnya. Tiba-tiba napasnya menderu hebat menyaksikan tindakan keji di depan netra.