TRAWANG

Marion D'rossi
Chapter #15

Bukan Skizofrenia

Bagi Lisa, penerawangan yang dialami Dava adalah sesuatu yang sulit dicerna akal sehat. Pasalnya, keberadaan Datu Selaparang—atau yang dikenal juga dengan sebutan Sulthan Rinjani—di masa penjajahan Jepang adalah hal yang sangat tidak masuk akal. Berdasarkan sejarah, kerajaan besar itu telah runtuh jauh sebelum masa-masa tersebut. Jika yang dilihat Dava hanya sekadar ilusi atau gambaran palsu, maka apa sebenarnya yang terjadi di masa lalu sekitar tahun 1940-an?

Kerajaan Selaparang memang tercatat sebagai salah satu kerajaan terbesar yang pernah berjaya di Lombok. Namun, seiring berjalannya waktu, konflik internal dan serangan dari kerajaan-kerajaan lain di Lombok melemahkannya. Pada akhirnya, kerajaan itu runtuh. Bukti sejarahnya tersimpan dalam lontar-lontar kuno yang dipercaya masyarakat Lombok, juga pada batu nisan yang mencatat tahun kematian Datu Selaparang sekitar abad ke-9, tepatnya tahun 800 Masehi.

“Mustahil Datu Selaparang hidup di masa penjajahan Jepang. Bukankah ini aneh? Kalau penerawangan yang kamu dapatkan benar adanya, lalu siapa sebenarnya sosok yang kamu lihat?” ujar Lisa, matanya menatap lekat-lekat batu nisan di depannya. Jemarinya menyentuh permukaannya yang dingin, seolah mencari jawaban di balik ukiran tua itu.

“Aku juga nggak tahu,” balas Dava, suaranya terdengar lelah dan penuh kebingungan. “Rasanya semakin kita mencari jawaban, semakin banyak misteri yang muncul. Seperti nggak ada habisnya.” Ia menghela napas panjang, lalu berusaha bangkit meskipun kakinya masih terasa nyeri akibat terkilir.

Tanpa banyak bicara, Dava menjauh, menuju sisi lain dari makam. Pandangannya tertuju pada sesuatu yang tak biasa—sebuah lubang kecil di dekat nisan. Rasa penasaran menguasainya, dan ia pun berjongkok untuk memeriksa lubang itu lebih dekat.

“Apa ini?” gumamnya pelan. Perlahan, ia memasukkan tangannya ke dalam lubang sempit itu, meraba-raba bagian dalamnya yang terasa kosong.

Dava mengerutkan kening. Ada yang aneh, tetapi ia belum bisa memastikan apa.

“Kamu kenapa, Dav?” tanya Lisa dari kejauhan, memperhatikan perubahan ekspresi di wajah Dava.

“Di sini ada lubang, tapi—”

Dava tiba-tiba menjerit histeris. Tangannya seolah ditarik paksa oleh sesuatu dari dalam lubang itu. Cengkeraman itu kuat, dingin, dan tak kasatmata, seperti kekuatan tak terlihat yang muncul entah dari mana.

“Dav! Dava! Ada apa?!” Lisa bergegas menghampiri, kepanikan tergambar jelas di wajahnya.

“Sa! Tolong, Sa! Tarik aku, Sa! Ada sesuatu yang menarik tanganku dari dalam!” teriak Dava, suaranya penuh kepanikan.

Lisa segera merespons, melilitkan kedua lengannya pada tubuh Dava, lalu menariknya dengan sekuat tenaga. Mereka terjatuh ke belakang karena tarikan yang sangat kuat. Namun, ketika Dava melihat tangannya, ia kembali berteriak histeris. Sebuah tangan keriput, dengan kuku-kuku yang tajam dan runcing, menempel erat pada tangannya.

Dava mengayun-ayunkan lengannya, berusaha melepaskan cengkeraman tangan itu, tetapi genggamannya begitu kuat. Tak bisa terlepas.

“Apa ini?” Dava bertanya, napasnya terengah-engah saat menatap tangan jelek itu dengan penuh ketakutan.

Lisa, yang sempat terjatuh, bangkit sambil memegangi pinggangnya yang sakit, lalu mendekat ke Dava. “Dav? T-tangan?”

“Sa, tolong lepasin tangan jelek ini dariku!” pinta Dava, tegang.

Lisa terlihat ragu. “Dav, aku nggak berani.”

Mendengar itu, Dava segera menggunakan tangan kirinya untuk melepas tangan yang mengerikan itu. Dengan usaha keras, akhirnya tangan itu terlepas dan Dava membuangnya beberapa meter ke depan.

Lihat selengkapnya