TRAWANG

Marion D'rossi
Chapter #19

Misteri Terpecahkan

"Jadi, kita ke mana sekarang?" tanya Lisa, suaranya penuh rasa penasaran.

"Kita ke klinik. Dokter Jun gadungan itu ada di sana, aku yakin. Kita harus cepat menghentikan dia," jawab Dava dengan nada tegas, matanya penuh tekad.

"Aku masih nggak ngerti apa sebenarnya tujuan dokter itu membunuh orang-orang. Bisa kamu jelasin?" tanya Roni, menatap Dava dengan penuh perhatian.

Dava berhenti sejenak di tengah terowongan yang gelap. Lisa dan Roni juga ikut berhenti di sampingnya. Dengan tatapan kosong, Dava menundukkan kepala, menarik napas panjang seolah mempersiapkan diri untuk bicara tentang kenangan yang begitu berat.

"Dulu, terowongan ini tempat pembuangan mayat orang-orang suku Sasak." Dava memulai, suaranya pelan, tapi jelas. "Selain sebagai tempat pembuangan, dokter itu dan para tentara Jepang melakukan percobaan kejam pada tubuh manusia. Percobaan yang nggak berperikemanusiaan, yang hanya bisa dilakukan iblis. Mereka mempekerjakan orang-orang dari Lombok tanpa memberi makan dan upah, dan pada malam hari, ratusan orang mati sia-sia jadi korban eksperimen mereka."

Lisa dan Roni terdiam mendengarkan, merasakan beratnya cerita yang baru saja Dava ungkapkan.

"Tapi, percobaannya untuk apa?" tanya Roni, suaranya penuh tanya. "Apa tujuan mereka melakukan itu?"

Dava terdiam sejenak, matanya menatap kosong ke dalam kegelapan terowongan, seolah melihat kembali gambaran masa lalu yang penuh kekejaman. "Aku pernah mendapat penglihatan di masa-masa itu," lanjut Dava, suaraanya mulai serak. "Sepengetahuanku, mereka berusaha menciptakan alat pembunuh massal untuk kebutuhan perang militer Jepang. Berbagai senjata dicoba pada tubuh manusia. Granat, pistol, racun, zat mematikan lainnya. Semua itu diuji coba langsung pada manusia. Mereka nggak peduli."

Dava menghela napas panjang, kemudian menatap Roni dengan mata yang mulai berkaca-kaca. "Ada satu percobaan yang benar-benar bikin aku merinding kalau mengingatnya," tambahnya pelan, suaranya bergetar.

Roni dan Lisa semakin khawatir melihat perubahan di wajah Dava. Dava mengingat kembali kejadian mengerikan itu, matanya terlihat buram oleh kenangan.

"Seorang perempuan malang." Dava mulai berbicara lagi, suaranya hampir berbisik. "Aku melihat dia dioperasi. Granat ditanam dalam tubuhnya. Setelah sadar, orang-orang biadab itu mengontrol granat itu dari luar dan ... meledakkannya."

Dava terhenti, bibirnya gemetar. Air matanya mulai menetes, dan dengan susah payah, ia menahan tangis yang hampir tak terbendung.

Lisa, yang melihat kesedihan Dava, segera mendekat dan mengelus pundaknya. "Aku ngerti perasaanmu," katanya dengan lembut, memberi sedikit penghiburan di tengah beban berat yang ditanggung Dava. "Kamu nggak sendirian."

Dava mengangguk pelan, berusaha mengendalikan emosi yang nyaris meluap. Dalam hening terowongan, ketiganya berdiri, merasakan beban yang sama beratnya.

      "Iya, aku nggak apa-apa. Nggak apa-apa. Aku cuma terbawa suasana. Sedih melihat orang-orang, saudara-saudara kita di masa lalu disiksa, diinjak-injak. Kita jadi babu di rumah sendiri," ujar Dava dengan suara serak, matanya menatap kosong ke depan.

Suasana hening menyelimuti mereka. Roni tak bisa berkata apa-apa, ia tahu betul betapa rapuh hati sahabatnya itu. Dava memang mudah tersentuh, terlalu banyak perasaan yang menguasainya. Roni paham itu lebih dari siapa pun.

Beberapa detik kemudian, ketenangan itu pecah oleh suara berdebam yang menggema, memecah keheningan. Semua saling menatap, pandangan mereka saling bertemu, bertanya-tanya dalam diam.

Roni melirik Lisa, dan dengan ragu, ia mengangkat bahu, seakan tak punya jawaban atas tatapan Lisa yang penuh tanya.

"Periksa, dong, Ron," pinta Lisa, matanya memancarkan rasa cemas.

"Aku lagi? Ih, nggak berani aku. Ngeri," jawab Roni cepat, menggeleng-gelengkan kepala.

"Gimana kalau kamu yang periksa?" kata Lisa, beralih menatap Dava dengan harapan.

Dava menyeka air matanya yang masih menetes di pipi, lalu menghela napas. "Penakut banget kamu, Ron," ejeknya sambil mendengkus, tak bisa menahan rasa kesalnya.

Akhirnya, ketiganya bergerak maju, Dava tetap berada di depan, meskipun Roni ikut-ikutan mepet di sebelah kiri Dava, sementara Lisa berada di sisi kanan, berjaga-jaga.

Lihat selengkapnya