Beberapa waktu sebelumnya ….
“Aduh! Kepalaku … sakit!” Lisa terpekik sambil bersimpuh, merasa sakit yang luar biasa di kepala. Ini merupakan gejala yang biasa ketika ia akan mendapatkan sebuah penerawangan.
“Lisa! Kamu nggak apa-apa?” Dava menahan tubuh Lisa agar tidak terkulai di tanah lembap terowongan.
“Kepalaku, Dav, kepalaku. Sakit …,” rengeknya.
“Ron! Kita bawa minuman, kan, di tas? Cepat ambil!”
Roni yang mendengar titah Dava, dengan lugas mengambil sebotol mineral di tas. “Ini, Dav.”
Segera Dava membuka tutup botol agar Lisa meneguk airnya.
“Gimana, Sa? Kamu udah nggak apa-apa?” Dava tampak khawatir, ia coba merebahkan kepala Lisa di pangkuannya. “Istirahat aja, Sa. Rebahkan kepala di sini.”
Lisa mengangguk, lantas mengikuti apa yang dipinta Dava.
Reda sejenak, tapi beberapa menit kemudian Lisa kembali berteriak semakin jadi.
“Lisa! Hei! Lisa!”
Teriakan Dava tak terdengar di telinga Lisa. Ia telah dipenuhi oleh jerit yang entah dari mana datangnya. Mencoba menutup telinga dengan kedua tangan, Lisa tak sadarkan diri.
-ooOoo-
“Tolong, tolong! Kebakaran! Kebakaran! Tolong, hei. Matikan apinya!”
Riuh desau permintaan tolong tiba-tiba terdengar di telinga Lisa. Gadis itu berdiri beberapa meter dari sebuah bangunan yang sesaat lagi termakan habis oleh si jago merah. Sementara itu, Lisa menyaksikan lelaki dan perempuan yang hilir mudik datang dan pergi. Ada yang berlari tertatih mencari tempat aman untuk terhindar dari api. Ada yang datang untuk menyelamatkan, mengevakuasi para korban yang masih berada di dalam bangunan.
Tak berselang lama, Lisa tak lagi di luar bangunan. Kini, ia berada di dalam, tepatnya di antara api yang meluap membakar hangus kayu-kayu bangunan. Lisa mendongak, sebuah kayu memanjang terjatuh. Lisa mengangkat tangan, mencoba membuat lengannya sebagai perisai, tetapi kayu tak menyentuh tubuhnya.
Kini, Lisa sadar bahwa dirinya di tempat tersebut tak nyata. Ia kalut, memandangi kedua tangannya yang hampir transparan.
“Ma! Ayo, kita keluar dari sini!” Seorang wanita paruh baya berseragam koki menarik tangan rekannya.
“Tidak mungkin. Kita akan mati di sini! Ya, kita akan mati di sini!” sahut wanita paruh baya satunya.
“Tidak, Ma! Kita masih bisa selamat! Ayo, kita keluar! Pegang tanganku!”