“Bajingan kamu, Rio! Lepaskan aku sekarang juga! Jangan kamu jadikan kakakmu ini tumbal untuk memenuhi keinginan biadabmu itu!”
“Oh, tidak, tidak, Kak. Tenang saja. Sebentar lagi kamu akan menggantikan posisi istriku. Hahaha.”
Perempuan paruh baya itu berontak, mengentak-entakkan tangan yang terbelenggu di besi-besi ranjang. Namun, ia tidak berdaya sama sekali, tak punya kekuatan untuk menghancurkan logam yang mengikat.
Rio tak menggubris perlakuan sang kakak, lantas membawanya ke sebuah ruangan yang cukup luas. Ruangan itu dihiasi oleh lilin-lilin yang ditata melingkar dan di tengah-tengahnya ada peti. Ternyata tidak hanya kakaknya saja yang ia bawa ke ruangan tersebut, tetapi juga para tawanan yang masih utuh nyawa lantas menatanya sedemikian rupa.
“RIO! Akan kamu apakan aku?!”
Rio tidak menjawab. Ia masih sibuk berkutat dengan sebuah wadah yang diisi dengan kembang tujuh rupa beserta kemenyan yang kemudian ia nyalakan.
“Kamu tahu, Kak? Aku sudah lama menantikan momen ini. Momen di mana istriku akan kembali hidup dan kami akan hidup bahagia selamanya. Aku pikir tak apalah jika harus mengorbankan dirimu, Kak. Kamu tidak begitu penting, kok, bagiku.”
“Rio! Bajingan kamu! Kamu pikir siapa yang sudah merawatmu dari kecil, hah?! Kamu pikir saat ayah dan ibu meninggal, siapa yang memberimu makan dan menyekolahkanmu?!”
“Kak. Sudahlah, itu hanya masa lalu. Yang penting sekarang, kamu bantu saja aku untuk menghidupkan kembali istriku. Jiwamu akan aku jual kepada isi bumi ini, penguasa bumi ini.”
“Bodoh! Adik tidak tahu diri! Kamu pikir Tuhan akan membiarkanmu mengorbankan para manusia di sini agar rencana busukmu berjalan lancar?! Tidak semudah itu! Lihat saja, kamu akan diazab Tuhan karena telah menuhankan makhluk-makhluk picik itu!”
Umpatan-umpatan terus keluar dari mulut wanita paruh baya kurus itu, tetapi sama sekali Rio tidak ambil pusing. Ia bahkan sudah selesai mengumpulkan puluhan nyawa manusia yang telah lama ia sekap di dalam klinik ini. Rio akan segera memulai upacaranya untuk memanggil makhluk yang ia percaya dapat menghidupkan kembali Sofia—isrtinya.
“Sofia, kamu akan hidup kembali. Aku berjanji saat kamu sudah hidup lagi, kita akan bahagia selamanya.”
-ooOoo-
Dava tersadar dari pingsan yang entah berapa lama. Pelan ia mencoba bangkit sambil memegangi kepalanya yang masih terasa pusing. Ia edarkan pandangannya ke sekeliling, ditemukannya Lisa dan Roni yang tertidur lemah. Memang aneh, seharusnya mereka terpisah, tetapi sejak kapan Roni dan Lisa ada di tempat yang sama dengannya?
Dava tidak ingin berpikir rumit, ia dengan gesit menuju ke arah Roni berbaring lemah.
“Ron! Roni!” Dava menepuk-nepuk wajah sahabatnya, tetapi belum juga bisa membangunkan Roni. “Roni!”
Tak mendapatkan respons apa-apa, Dava berpindah ke tempat Lisa yang beberapa meter juga ada di sebelah Roni.
Dava memapah tubuh Lisa dan membaringkan kepala perempuan itu di pangkuannya.
“Lisa! Bangun, Sa! Bangun!” kata Dava sambil melakukan hal yang sama seperti yang dilakukannya terhadap Roni.
Lisa merespons dengan menggeliat. Beberapa detik selanjutnya, perempuan tersebut terbuka matanya, lalu memegangi kepalanya yang pening. Pertama kali ia melihat wajah Dava.
“D-Dava?” ucap Lisa begitu pelan, lirih, tak ada tenaga. “K-Kita di mana?”
“Kita masih di dalam terowongan, Sa. Aku nggak tahu kenapa bisa kita berkumpul, padahal awalnya kita terpisah,” jelas Dava.
Lisa pun bangkit dan terduduk lesu. Ia perbaiki rambutnya yang agak berantakan, menghela-hela napas untuk berusaha menenangkan dirinya, lalu ia bersihkan pakaiannya yang kotor.