Segala halang dan rintangan Dava tempuh demi keluar dari terowongan. Akhirnya, ketiga kawan itu telah berada di luar terowongan dan tanpa pikir panjang langsung menuju klinik untuk menemui sang dokter tak kasat mata serta Om Rio.
Anehnya, Dava dan dua kawannya telah berjam-jam menempuh perjalanan, tetapi mereka tak kunjung sampai di klinik. Memang ada yang aneh, sehingga Dava menghentikan langkah.
“Semua jadi tambah aneh. Kenapa kita selalu kembali ke tempat semula? Perasaan, kita udah melewati hotel ini, terus kita kembali lagi ke gunung ini. Sialan! Kayaknya kita sedang dikerjain sama hantu dokter itu.” Dava mengepal keras tangannya sambil menampakkan wajah penuh emosi.
“Iya. Aku juga mikir gitu, Dav. Kok, bisa, ya, kita terus-terusan balik ke gunung ini?” Roni berkomentar.
“Dokter anjing! Tunjukkan dirimu! Jangan bersembunyi kayak pengecut!” teriak Dava disertai umpatan-umpatan.
Lisa yang semakin takut dengan keadaan justru mendekatkan diri pada Dava, hampir tak mau ia lepaskan tangan sang lelaki.
“Udah, kamu jangan takut. Aku bisa mengatasi semuanya,” kata Dava menenangkan Lisa.
“Ron, sini tombaknya.”
Segera Roni mengeluarkan tombak dari tasnya dan memberikannya kepada Dava.
Saat tombak berada di tangan Dava, tiba-tiba suara dokter tak kasat mata itu terdengar memekakkan. Ia tertawa bahagia karena berhasil membuat ketiga kawan itu kelelahan.
“Bajingan! Keluar kamu!” Dava mengacungkan tombak tinggi-tinggi.
“Ini adalah awal, Dava. Ke depannya kau akan merasakan penderitaan yang lebih dari ini.”
Suara Damar perlahan-lahan menghilang.
“Dav, daripada kita diam di sini, sebaiknya kita tetap jalan sambil berdoa.” Lisa menyarankan.
Dava mengangguk setuju dengan saran Lisa. Ketiganya melanjutkan perjalanan sambil di dalam hati melantunkan doa. Meski begitu, tiga kawanan itu merasa aneh, kenapa langkah mereka mengarah ke pantai, lalu di pantai penuh dengan bangkai manusia yang berserakan.
Ada mayat yang hilang kepalanya, ada yang dadanya bolong, bermacam-macam sampai tingkat kengerian yang tidak berani Dava dan dua lainnya lihat.
“Gue benar-benar muak ...”
Dava terdiam seketika karena merasa Lisa tidak lagi memegang tangannya. Ketika Dava mengarahkan tatapan ke depan, Lisa ternyata berjalan ke arah pantai mengejar seorang lelaki yang berusaha menenggelamkan dirinya sendiri.
“Lisa! Hei, Lisa! Jangan!” Dava mengejar Lisa, begitu juga dengan Roni.
Saat tangan Dava berhasil meraih tangan sang perempuan, Lisa malah menepis dan melepaskannya. “Jangan halangi aku, Dav!” kata Lisa penuh penekanan.
Sepertinya Lisa berhasil terpengaruh dengan dunia yang diciptakan oleh Damar. Ia melihat gambaran jelas tentang kekasihnya yang coba membunuh diri. Padahal semua ini hanya ilusi semata yang bisa saja membunuh Lisa saat mencoba untuk mengikuti bayangan kekasihnya itu.
“Lisa! Kamu jangan percaya dengan apa yang kamu lihat! Semua ini nggak benar! Kamu harus membuka mata kamu!” Dava tak mau kalah, ia menarik lengan Lisa meskipun sang perempuan berontak.
“Dava! L-Lepasin aku ...”