"Bagaimana kabar ibumu, Dav? Sudah bisa jalan?" tanya Lisa dengan penuh perhatian saat mengunjungi Dava di rumahnya.
Dava menghela napas pelan, matanya menatap sejenak ke arah lantai. “Kata dokter, Ibu sudah membaik, tapi untuk berjalan, sepertinya masih agak sulit. Ibu sudah terlalu lama nggak menggunakan kakinya setelah dikurung di tempat yang sempit,” jelasnya.
Lisa tersenyum lega, meski ada sedikit kecemasan yang masih tergambar di wajahnya. “Syukurlah, aku senang mendengar itu. Seenggaknya ada kemajuan.”
Dava mengangguk perlahan. “Iya, tapi aku masih merasa ada banyak hal yang belum selesai, terutama soal dokter itu. Aku udah nggak dapat penerawangan lagi. Gimana nasibnya, aku juga nggak tahu. Teka-teki tentang Sulthan Rinjani juga masih belum bisa aku pecahkan.”
Lisa mengernyit sedikit. “Aku juga nggak pernah dapat penerawangan lagi, entah apa yang terjadi. Yang penting sekarang semuanya sudah lebih tenang, kan?"
Dava menghela napas, merasa sedikit lebih lega mendengar kata-kata Lisa. “Iya, setidaknya ada sedikit kedamaian sekarang.”
Ia berdiri dari kursinya, menatap Lisa sejenak. “Aku mau ke rumah sakit. Kamu mau ikut?”
“Kalau kamu nggak keberatan, aku ikut. Yuk, kita pergi bareng,” jawab Lisa dengan semangat, senyum di wajahnya.