Treasure of Nusantara

Rudie Chakil
Chapter #8

Gunung, Curug, dan Batu Besar

Gunung Pranama merupakan kompleks gunung berapi yang menawarkan vegetasi hutan alami —Montane forest stratovolcano. Didominasi oleh pepohonan yang dapat tumbuh mencapai ketinggian puluhan meter, ditambah semak belukar yang berpadu rapat. Bahkan pada beberapa titik area, sinar matahari tidak mampu mencapai permukaan tanah dikarenakan rindangnya belantara flora. Apabila seseorang berada di area tersebut kemudian menengok ke atas, maka langit tidak akan terlihat meski siang hari.

Secara morfologi, Gunung Pranama memiliki jurang yang curam dan dalam. Sebagian besar wilayahnya masih belum terjamah kecuali pada kawasan terbatas yang berada dekat dengan jalur pendakian.

Beberapa anomali alam juga terdapat di sana. Seperti medan magnetis yang dapat merusak sistem elektromagnetik, tarian api biru yang menari-nari setinggi lima meter di atas permukaan kawah, hutan tebing yang dapat berbunyi seperti suara gamelan, gua vertikal yang terkadang mengeluarkan cahaya jingga, lubang berair yang berada persis di bawah akar pohon selebar lima meter, ceruk air terjun dengan kedalaman tak terhingga, serta masih banyak lagi tempat yang sulit dijelaskan secara ilmiah.

Ya. Gunung Pranama adalah destinasi elusif bagi para pecinta alam dan okultisme. Sangat cocok untuk orang-orang semodel Aradhea dan Kaylash yang notabene 'bersifat gunung'. Yaitu pribadi-pribadi yang luwes dan berdiri tegak dengan prinsipnya sendiri, 'mengikuti arus tapi tak terbawa'.

Siang hari kemarin mereka mempersiapkan seluruh peralatan yang dibutuhkan. Berupa tenda, kompor, senter, matras, makanan instan, perlengkapan masak, dan juga perlengkapan kebersihan diri, untuk jangka waktu dugaan selama tiga hari. Kaylash pun dengan senang hati meminjamkan pakaian, sepatu, ransel, kompas, headlamp, serta senjata tajam pada Aradhea, karena semua barang-barang miliknya tertinggal di rumah.

Sepanjang mobil berjalan membelah malam, keempat orang itu enggan memapar obrolan. Terlebih Aradhea. Dia tak ubahnya orang yang tengah melakukan 'puasa bisu'. Benaknya cenderung menilik jawaban dari pertanyaan tentang mengapa dan bagaimana semua ini bisa terjadi. Ia tidak munafik atau sekadar berpura-pura menafikkan hasrat mengenai harta karun yang diamanatkan kepadanya. Ia benar-benar takut, merasa kalau dirinya memang bukanlah siapa-siapa.

Duduk di kursi belakang mobil, Kaylash sempat mengajak Aradhea berbincang-bincang. Namun Aradhea meminta supaya lebih banyak berzikir maupun berdoa. Ia punya firasat kuat, jika gunung yang terletak di Jawa Barat itu pernah menjadi saksi bisu kejayaan peradaban Nusantara pada masa lampau. Dan kini tertimbun liar oleh waktu. Pesona mistiknya sungguh terasa dari kejauhan, seolah-olah mengirimkan sinyal kekhawatiran ke dalam dirinya. Padahal Aradhea adalah seorang pendaki independen. Sangat-sangat tulen. Dia seringkali berkelana ke hutan, bukit, atau gunung-gunung di Jawa Tengah.

Bayangkan saja. Ketika kebanyakan pendaki memilih gunung yang aman untuk didaki bersama-sama, Aradhea lebih gemar mendaki gunung yang belum dijamah seorang diri. Apabila para pendaki memilih tetap berada di jalur pendakian sampai ke puncak gunung, Aradhea justru memutuskan untuk menerobos hutan belantara. Tanpa membawa tenda, melewati aliran air, mengikuti jejak binatang, sampai-sampai memanjat pepohonan, hanya dengan tujuan melepas rasa hati yang sejak dahulu melanda jiwanya. Namun sayang, ia jarang sekali menceritakan tentang pengalaman ataupun anomali aneh yang sudah ia lalui.

Aradhea memang pemuda unik.

Pagi hari menjelang siang, mobil SUV yang mereka tumpangi itu sudah melaju di kawasan Taman Nasional Gunung Pranama. Terus bergerak menuju pintu masuk obyek wisata Curug Runting.

Curug Runting sendiri merupakan wisata air terjun yang terletak di lembah dalam, di antara dua punggungan tebing yang terjal. Berada pada ketinggian 1.035 MDPL, dengan jarak jatuhnya air sekitar sembilan puluh meter. Untuk sampai ke sana memakan waktu kurang lebih sembilan puluh menit karena letaknya yang tersembunyi oleh kepungan pepohonan besar.

"Menurut kamu, hakikat air terjun itu apa, De?" tanya Kaylash, berbisik-bisik dengan Aradhea.

Pukul 11.35 mereka sudah menginjakkan kaki di Curug Runting. Menikmati keindahan maha karya Tuhan. Merasakan udara kesejukan dari pohon-pohon rindang. Melihat dan mendengar pesona debit air yang jatuh menghunjam ceruk alami selebar tujuh meter.

"Hmmm," Aradhea berpikir sejenak.

"Air terjun itu berarti 'turunan', Lash," jawabnya.

"Maksudnya?" Kaylash mengerutkan kening. Keduanya berbincang sambil berdiri di atas gunduan tanah bebatuan di sisi aliran air, menghadap pada panorama Curug Runting.

"Aliran sungai itu ibarat aliran darah dari leluhur kita. Lo dengan leluhur lo, gue dengan leluhur gue, setiap manusia dengan leluhurnya masing-masing. Nah, semisal leluhur kita adalah orang yang saleh, sakti, raja, petinggi kerajaan, pejuang, cendikiawan, ulama besar, maka air terjun adalah simbolisnya. Tentang ideologi, keilmuan, sifat dan karakter yang diturunkan dari leluhur, atau menitis kepada satu orang anak cucunya. Tercurah langsung tanpa perantara."

"Oh. Iya, iya."

"Iya ... kayak lo. Lo kan keturunan Raja-raja Mataram, Lash."

"Hah, masa sih, De?"

"Iya." Aradhea tersenyum.

"Ah, sudahlah. Terus, kenapa air terjun ini dinamakan Runting?" Kaylash bertanya lagi.

"Hmmm, gue juga enggak tahu, Lash," jawab Aradhea, menengok kembali pada tumpahan air yang melimpah ruah. Namun tak lama kemudian ia tertawa kecil.

Aradhea melihat sesosok perempuan tua berbusana abu-abu kecokelatan berdiri di hadapan mereka. Wajahnya sungguh menyeramkan dengan rambut kusut tak terawat. Sosok itu kemudian bersujud sambil berkata; Maafkan. Maafkanlah abdi, Tuan.

Aradhea tertawa kecil karena paham, bahwasanya kata 'Runting' berasal dari makhluk berwujud perempuan itu. Nyai Runting. Ia juga paham, jika lokasi Curug Runting seringkali digunakan oleh oknum manusia yang meminta kekayaan dengan jalur pesugihan. Karena itulah penghuni air terjun tersebut takut dan meminta maaf pada Aradhea.

Aradhea kemudian mengangkat kepala satu kali, tanda ia masa bodoh terhadap pesugihan yang dilakukan orang-orang lewat sosok perempuan tua tersebut.

Lihat selengkapnya