TRIAD

DENI WIJAYA
Chapter #3

TIGA SEKAWAN #3

Di sisi lain kota Jakarta, kereta api kelas ekonomi Matarmaja tiba di stasiun Senen. Bergegas para penumpang pun berebut untuk turun, berdesak-desakan, karena semuanya ingin turun lebih dulu. Perasaan lega terlihat dari raut wajah mereka, setelah menempuh perjalanan yang lama dan melelahkan, akhirnya terbayar dengan usapan angin metropolitan yang kerap membawa sejuta impian indah bagi para urban.  

“Kak Jefry, tunggu sebentar, aku mau ke toilet dulu,” kata Tommy kepada Jefry.

“Tunggu, aku juga ikut. Kak, tolong titip tasku dulu,“ sahut Willy menimpali ucapan Tommy.

“Sama tas dan koper nya sekalian ya... haha... !“ celetuk Tommy tanpa menunggu persetujuan dan Jefry, berlari menyusul Willy yang sudah terlebih dulu menuju ke toilet stasiun Senen.

“Lho kalau semua ke toilet, aku sama siapa? Dasar mau menang sendiri.. ya sudah sana, buruan!“ seloroh Jefry.

Sementara Tommy dan Willy ke toilet, Jefry nampak berdiri termangu, matanya celingukan kesana kemari seolah berusaha beradaptasi dengan keramaian stasiun Senen. Namun tanpa dia sadari, sejak tadi, jauh dari keramaian pengunjung stasiun, ada dua pasang mata yang memperhatikannya. Dan tidak berapa lama, Tommy dan Willy pun kembali dari toilet.

“Huft... lega rasanya,“ ucap Tommy.

“Kak Jefry tidak ke toilet dulu, nanti ngompol lho.. “ goda Willy.

“Huss... kamu ini ngomong apa. Nanti saja,“ jawab Jefry.

“Sekarang kita mau kemana Kak?“ tanya Willy.

“Kita cari makanan dulu ya Kak.. ?” jawab Tommy menghiba.

“Tommy... Tommy, kamu ini makanan saja yang ada dalam kepalamu. Tapi anehnya tubuhmu tetap kurus kerempeng.. hehe..” ejek Willy.

“Sudah.. sudah, kita makan dulu saja. Kita istirahat dulu. Badanku pegal semua. Ayo, kita cari warung nasi dulu!” ajak Jefry.

Sementara itu, di luar stasiun Senen, di depan sebuah toko nampak berdiri dua orang yang berperawakan sangar dengan kulit tubuh penuh dengan tato. Melihat ada tiga orang pemuda yang baru saja keluar dari stasiun Senen, dengan pakaian seadanya, berjalan beriringan sambil membawa koper dan beberapa tas kecil di tangannya. Mereka rupanya preman stasiun yang kerap memalak para penumpang kereta api di luar stasiun. Dan kehadiran mereka tidak disadari oleh Jefry, Willy maupun Tommy.

“Waah... ada mangsa tuch bos... ayo kita sikat... !“ bisik Baron kepada Coky.

“Heheeh... liar juga kamu punya mata... cepat kita ikuti mereka!” perintah Coky.

Keduanya bergegas mengikuti Jefry, Willy dan Tommy dari belakang, namun jaraknya cukup jauh. Mereka sengaja tidak terburu-buru karena mencari momen yang tepat untuk melakukan pencegatan, apalagi kalau bukan tempat yang sepi.

“Hmm... nampaknya mereka dari desa bos... kelihatannya udik banget!“ seloroh Baron. 

“Jangan banyak omong!” timpal Coky.

Sudah cukup lama kedua preman itu membuntuti, lama-kelamaan mereka kesal juga karena sejak tadi arah yang mereka tuju adalah tempat-tempat yang ramai. Mereka juga harus berpikir dua kali untuk memalak mereka di keramaian. Dan akhirnya saat yang mereka tunggu pun tiba, Jefry, Willy dan Tommy berhenti di sebuah masjid yang berada di antara perkampungan sepi.

“Kak Jefry, Kak Willy, kalian sholat dulu, kini biar aku saja yang menjaga tas. Nanti gantian ya..” ucap Tommy.

“Baik, tapi kamu jangan kemana-mana, di sini saja!” kata Jefry.

Lihat selengkapnya