Keesokan hari…………..
Di kediaman juragan Romli, di sebuah ruangan lain nampak beberapa orang bercakap-cakap.
“Siapa ketiga pemuda itu?” tanya Romli.
“Juragan, mereka dari Surabaya,” jawab Baron.
“Apakah kamu bisa memastikan mereka bukan agen polisi yang menyamar…?” tanya juragan Romli lagi.
“Kami yakin, juragan,” jawab Coky.
“Apa maksud mereka datang ke Jakarta?” tanya juragan Romli sambil menyulut rokoknya.
“Mereka ingin mengadu nasib di Jakarta. Mereka saat ini sangat membutuhkan pekerjaan,” jawab Coky.
“Tetapi melihat tampang-tampang mereka, saya yakin mereka bukan pemuda kampung biasa. Hanya mereka yang mempunyai mental kuat dan pemberani yang berani masuk wilayah sini!” kata juragan Romli.
“Kukira tidak, juragan. Khan sudah banyak orang yang merantau ke sini. Buktinya di wilayah pasar Senen ini penduduknya berasal dari mana saja,” sangkal Baron yang duduk paling kiri.
“Gimana, juragan, apa mereka diterima bekerja di sini?” tanya Coky.
“Hmm.. gimana ya?” pikir juragan Romli.
“Ayolah bos… terima saja. Mereka itu semua jago beladiri. Hitung-hitung menjadi tukang tagih atau centeng juragan Romli… betul begitu juragan?” desak Coky lagi.
“Tapi juragan… jangan lupa komisi untuk kami hehehe… !” timpal Baron.
“Dasar, yang ada dalam kepala kalian hanya uang, uang dan uang.. !” hardik juragan Romli.
“Juragan Romli ini gimana, kami khan juga butuh uang untuk makan, iya kan bos Coky.. ?!” sahut Baron.
“Betul sekali juragan!” sambung Coky.
“Apa kalian bisa menjamin mereka tidak akan membuat ulah dan merepotkanku?” tanya juragan Romli.
“Saya jamin juragan!” jawab Coky.
“Taruhannya reputasi kami, juragan!” sambung Baron.
“Apa?! Reputasi apa? Memangnya kalian punya reputasi?” tanya juragan Romli lagi.
“Ya iyalah, juragan Romli ini gimana, reputasi kami sebagai preman pasar Senen kami pertaruhkan hehe… ” jawab Baron.
“Preman?! Mana ada preman yang penakut dan cengeng kayak kalian ha..!” ejek juragan Romli.