TRIAD

DENI WIJAYA
Chapter #7

DENTUMAN MUSIK TECHNO #7

Seiring dengan berlalunya waktu, Pintu Sembilan mulai dipercaya baik oleh pengusaha-pengusaha atau orang-orang penting untuk membantu menyelesaikan persoalan bisnis mereka. Kini, segalanya telah berubah, segala hal yang menjadi penghargaan di dunia ini dimiliki oleh tiga bersaudara itu. Harta, tahta, wanita semua dengan mudah didapatkannya. Bahkan, obat-obatan terlarang pun turut dikecap nya.

 Sudah Jefry duga, dia datang lagi. Dan selalu saja pada saat yang kurang tepat. Di saat Jefry mulai merasakan mabuk. Saat merasakan diri terbebas untuk menyatukan diri dalam irama lagu yang menghentak. Begitulah Jefry dan komplotannya, sebagaimana para eksekutif muda metropolitan ataupun gangster lainnya, sangat gemar menikmati dunia gemerlap kota Jakarta. Mereka seakan-akan menemukan jati diri mereka, di sana mereka bisa nongkrong, berjingkrak-jingkrak sebebas-bebasnya, berjoget sepuasnya, “cekikikan” sampai pagi, meneguk minuman beralkohol bahkan narkoba, lalu pulang dalam keadaan teler. Hura-hura dan menghamburkan banyak uang.

Saat para penyanyi dengan para dancer meliuk-liukkan tubuhnya di panggung. Saat orang-orang segera bergegas turun melantai, bergoyang. Saat udara panas menggelora menikmati perjalanan sang malam, menyisihkan dinginnya desir angin di luar. Ya, pada saat-saat itulah dia datang. Membuat Jefry tak bisa beranjak dari tempat duduknya, Meski sumpah serapah, caci maki, dia ucapkan dalam hati, tetap saja tak bisa menolak kehadirannya. Ini sudah kali keenam dia datang.

 Padahal sejak kedatangannya yang pertama, Jefry langsung berpindah-pindah tempat, menghindar dan terus menghindar. Namun selalu saja dia tahu dan bisa menemukannya. Hingga pada malam ini, ke Malibu cafe pun, yang Jefry merasa dia tak akan menemukannya. Tapi nyatanya, kini dia duduk di depannya. Saat Jefry hendak berdiri dan membaur dengan para pengunjung yang sudah melantai terlebih dulu.

”Bagaimana bos dengan tawaran kami?” tanya A Hong.

”Hm, gimana ya om… ” sahut Jefry dengan nada cuek.

”Bergabung saja kok susah sih, bos. Ini tawaran menarik lho… ” bujuk A Hong.

”Eh, sebentar om, kupikir-pikir dulu,” kata Jefry.

”Ayolah, kami sudah cukup sabar menanti, gimana?” lanjut A Hong.

“He.. eh… gimana kalau Om cari saja orang lain, kenapa harus aku?” elak Jefry.

“Bos, kamu sebagai penguasa Pintu Sembilan, apa susahnya sih, tinggal menghitung hari saja kok… gimana?” rayu A Hong.

Sepertinya Jefry tetap tak bergeming dengan pendiriannya. Sejenak Jefry menyalakan korek api gas. Tak lama seorang waitress menghampirinya.

 “Gelas!” pinta Jefry kepada sang waitress.

Tidak lama waitress telah membawakan gelas, meletakkan dasar di atas meja. Menuangkan bir yang masih tersisa separuh. Jefry meraih gelasnya.

”Ayo, minum dulu, Om!” ajak Jefry.

Mereka membenturkan sisi gelas. Jefry menghabiskan minumannya dalam satu tegukan saja. Sementara A Hong hanya meneguk sedikit, meletakkan kembali ke atas meja. Suara musik berhenti. Sang penyanyi membuka kesempatan kepada para pengunjung untuk memesan lagu, dengan suara mendesah. Jefry melirik ke arah panggung. Tak lama kemudian, tiga orang anak buahnya datang. Wajahnya berkeringat. Mereka langsung menyambut A Hong dengan hangat melalui salam tangan.

Lihat selengkapnya