“Ah, aku baru ingat kalau masih ada pekerjaan. Aku harus kembali ke markas,“ kata Ronald tiba-tiba.
“Sejak kapan kamu bekerja di hari Sabtu, Ron?“ kata Fredy Pria itu mengantarnya sampai ke pintu. Sejak hari ini, pikir Ronald. Bergegas dia mengenakan jaketnya.
“Ron, bagaimana keadaan Tommy, apakah dia terlibat dalam sindikat jual beli wanita yang selama ini membuat pusing kamu ?" tanya Fredy.
“Aku belum tahu. Timku masih mendalami kasus ini. Aku ragu jika dia terlibat karena dia tertangkap saat terjadi tawuran antar geng di kawasan Koja.“ jawab Ronald.
“O iya, Ron. Sepertinya aku mencurigai Joker, memang sih belum ada bukti yang mengarah ke sana. Tapi aku yakin, Ron. Coba kamu teliti lagi arsipnya. Mungkin dari sana kau akan memperoleh petunjuk!“ sahut Fredy.
“Aku akan pikirkan, jangan lupa untuk menelponku,“ kata Ronald. sebelum menutup pintu. Setelah berpikir sejenak, Ronald memutuskan untuk benar-benar pergi ke markas.
Beberapa saat kemudian, setelah menyapa rekannya yang bertugas, Ronald memasuki ruang arsip. Dia mencari berkas milik A Hong yang memang kerap berurusan dengan polisi. Ronald menemukan beberapa arsip dan menyusunnya secara kronologis. Setelah membuat secangkir kopi, dia menuju ke meja kerjanya. Arsip pertama berisi laporan pengaduan pemerkosaan yang disertai dengan kekerasan yang dibuat oleh Fransisca.
Fransisca melaporkan A Hong, dengan tuduhan telah memerkosa dan menganiayanya namun dia divonis tidak bersalah dan bebas. Karena tidak ada bukti yang cukup kuat. Ronald melihat selembar kliping yang digunting dari koran lokal, yang memuat nama A Hong dalam penggerebekan di pelabuhan kawasan Koja. Dia mengecek tanggal terbitan koran tersebut. Dibuat kira-kira dua tahun yang lalu. Seorang telah menempelkan kliping itu sebagai tanda bahwa kasus telah selesai.
Menurut hasil penyelidikan, tiga tahun di Jakarta terjadi kasus trafficking dan prostitusi ilegal. Dia tahu benar bagaimana sulitnya pihak kepolisian melacak jejak otak yang mendalanginya. Ronald membuka arsip berikutnya. Dibuat atas dasar tuduhan penganiayaan dan pelecehan seksual di sebuah kafe terhadap Saraswati, karyawati kafe tersebut. Saksi: Tommy.
Hasil visum dan foto-foto menunjukkan adanya trauma akibat pukulan pada tubuh Saraswati di bagian lengan dan punggung. Tapi tidak ditemukan bukti tanda-tanda pelecehan dan penganiayaan secara seksual. Lembar berikutnya; denda kepada A Hong atas kasus penganiayaan pemilik perusahaan peti kemas di Priok.
Membaca berkas-berkas kepolisian, bagi Ronald seperti menjelajahi kisah hidup seseorang termasuk rahasianya yang paling dalam secara legal. Salah satu kegiatan yang paling dia sukai dari pekerjaannya sebagai polisi. Berkas yang ketiga dibuat oleh pihak kepolisian sehubungan dengan proses penyelidikan kematian Tanti di wisma anggrek.
Ronald meraih berkas terakhir. Tuduhan kasus trafficking yang melibatkan A Hong dan mucikari wisma anggrek. Dan hingga saat ini masih dalam proses penyelidikan. Ronald sudah beratus kali membaca berkas-berkas serupa. Satu hal telah membuat Ronald tak habis pikir, bagaimana bisa seorang A Hong yang telah banyak terlibat terhadap kasus kriminal, berkali-kali pula dia lolos dari jeratan hokum. Seberapa licinkah orang ini, pikir Ronald.
Sesampainya di ruangan komisaris, Ronald bergegas masuk ke ruang pimpinan.
”Selamat pagi, Komisaris Bambang,” sapanya, kepada pria yang sedang mengamati sebuah layar komputer.
“Silakan masuk, Man, duduk. Kemana saja kamu kemarin? Kamu bahkan tidak memberi tahu Fredy. Bukan tindakan bijaksana untuk melakukan hal-hal pribadi saat jam dinas!” tegur Komisaris Bambang.