Sementara itu dengan dikawal sejumlah polisi, Tommy digiring memasuki komplek LP Cipinang, menyusuri lorong-lorong penjara. Di sepanjang jalan, berjejer ruangan dengan jeruji besi yang berisi orang-orang bertampang seram. Mereka memandangi dengan tajam, seolah-olah ingin menelan Tommy mentah-mentah.
Tok…tok…tok….,langkah demi langkah, dia mulai memasuki wilayah yang penuh dengan jeruji besi. Semakin masuk, terasa suasana penjara yang lembab, suram dan angker. Sesampainya di sebuah ruangan cukup besar dengan jeruji besi, Tommy diperintahkan masuk ruangan itu. Setelah pintu sel tersebut dikunci, polisi yang mengawalnya segera meninggalkan komplek penjara.
Kehadirannya di sel penjara itu disambut dengan tatapan mata sinis, dan nampak seorang yang berbadan kekar dan brewokan di sudut ruangan sambil menikmati rokok di jari tangannya. Sepertinya dia adalah penguasa sel penjara yang saat ini dihuni oleh Tommy. Wajah penuh cambang yang lebat, dengan kumis yang juga tebal cocok dengan badannya yang kekar penuh tato membuat dia tampak ‘sangar’.
Dalam sel penjara itu sudah dihuni sekitar sepuluh orang. Memang penuh sesak, membuat ruangan semakin pengap, belum lagi banyak sarang laba-laba di langit-langit ruangan, dengan tembok yang kusam semakin membuat ruangan itu mirip sebuah gudang penyimpanan barang bekas, tak terawat sekali. Sebuah tradisi bagi penghuni sel baru pun di mulai.
“Hai bajingan.., kemari!” teriak orang bercambang itu, yang sebut saja Joni.
“Hei, apa kamu ini tuli ha…ha..! Cepat! Kau dipanggil Bos Joni!” teriak mereka hampir bersamaan.
Tanpa menunjukkan kecemasan ataupun ketakutan, Tommy melangkah dengan tenang, menghampiri Joni yang masih duduk di sudut ruangan penjara.
“Ya ada apa kamu memanggilku?” tanya Tommy.
“Siapa namamu ?“ tanya Joni.
“Tommy! “ jawab Tommy.
“Sebagai orang baru, kau harus mematuhi perintahku, kamu harus menaati akulah bos di sini. Mengerti kamu!!” kata Joni.
Mendengar itu Tommy pun hanya mengangguk pelan dan tersenyum.
“Kalau aku tidak mau, kamu mau apa?!” tantang Tommy.
“Bangsat! Jangan membantah kau! Jika kaum melawan perintahku, jangan harap kamu bisa tidur di sini!!” bentak Joni.
“Ha..ha..ha siapa takut. Tidak ada yang perlu ditakuti di dunia ini. Apalagi macam orang sepertimu!” kelakar Tommy hingga membuat merah padam muka Joni.
Untuk sesaat semua anak buah Joni keheranan. Sungguh besar nyalinya untuk melawan Joni.
“Kurang ajar. Kamu berani menantangku!” bentak Joni dengan keras, seraya berdiri menghampiri Tommy.
“Badan boleh besar tapi aku yakin kemampuanmu tidak seberapa. Ayo maju!” ejek Tommy.
Dengan muka merah padam, menahan amarah yang luar biasa, hati yang bergemuruh karena merasa diremehkan, merasa harga dirinya sebagai penguasa sel direndahkan, bagai gunung berapi yang mau memuntahkan lahar, secepat kilat Joni melayangkan pukulan yang bertubi-tubi ke arah Tommy. Akan tetapi semua serangannya dapat dipatahkan oleh Tommy dengan mudah. Hal ini semakin membuatnya naik pitam, kemarahan sudah semakin memuncak hingga ke ubun-ubunnya.
Kembali Joni menyerang Tommy dengan membabi buta, namun serangannya menjadi tidak terarah. Lagi-lagi Tommy dengan mudah menangkis, mengelak dan membuat semua serangan Joni tidak berarti apa-apa baginya. Kini giliran Tommy membalas serangan dengan tiba-tiba. Mendapat serangan balik secara tiba-tiba membuat Joni kewalahan dan kehilangan kendali sehingga pukulan-pukulan Tommy mendarat di tubuhnya. Dan satu tendangan kuat di dadanya, membuat Joni tersungkur.
“Hai goblok! Kenapa kalian hanya menonton saja!! Cepat hajar dia!! teriak Joni.
Sejenak kemudian mereka beramai-ramai menyerang Tommy. Akan tetapi dengan mudah Tommy melumpuhkan mereka. Satu-persatu mereka jatuh tersungkur.
“Ampun.. ampun.. kami menyerah, aku akan taati semua perintahmu!” kata Joni.
“Ya Bang, kami menyerah, kami akan tunduk padamu!!” kata anak buah Joni serempak.
“Aku bukan bos kalian. Sudah, ayo kalian berdiri semua!” ucap Tommy.
“Bang, mulai saat ini engkaulah pimpinan kami!” kata Joni.
“Kalau boleh tahu siapakah kamu ini?” tanya Joni.