“Ngomong-ngomong siapa nama ibumu?” tanya Tommy.
“Sisca,” jawab Intan.
“Fransisca?!” tanya Tommy lagi dengan memperjelas jawaban dari Intan dengan nada ketidakpercayaan.
“I.. iya. Lho bagaimana ustad bisa tahu nama lengkap ibu saya?” ucap Intan dengan raut wajah yang menggambarkan keheranan.
Sesaat suasana jadi hening membisu tanpa kata, yang ada hanya tatapan mata lembut sang Ustad kepada gadis yang ada di hadapannya. Kemudian matanya berpindah menatap jauh, menembus keremangan langit malam. Entah apa yang sedang dia pikirkan saat itu.
“Intan.... anakku..” ucap Tommy pelan tanpa sadar, namun masih dapat terdengar oleh Intan.
“Maaf, ustad. Apa yang baru saja ustad ucapkan..., anakku..??” tanya Intan. Pertanyaan Intan itu seketika menyadarkan Tommy dari lamunannya.
“Ng.. ng..nggak ada apa-apa,” jawab Tommy dengan gugup.
“Tadi ustad bilang.. aku anakku.. apa maksud ustad?” cecar Intan.
“Nggak.., aku tadi salah ngomong atau mungkin kamu salah dengar, Intan?” jawab Tommy.
“Tidak Ustad, saya tidak salah dengar kok. Apa maksud Ustad?” sahut Intan lagi, membuat Tommy semakin tak tahu harus menjawab apa.
“Sepertinya ada yang ustad sembunyikan tentang ibu saya,” kata Intan.
Dengan mengambil nafas panjang dan sejurus kemudian menghembuskannya lagi, Tommy berkata, “Intan, kamu mirip dengan ibumu dan perangaimu... mirip Jefry.”
“Ustad, siapa pula Jefry itu?” tanya Intan.
“Dia ayah mu,” jawab Tommy.
Bagai disambar petir, jawaban Tommy itu merobek-robek hati dan pikirannya. Dan mendadak pula berubah raut wajahnya.
“Ustad ada apa dengan ini semua... ustad mengenal ibuku, kemudian Ustad tadi mengatakan... Intan anakku.., lalu Ustad bilang Jefry itu ayahku sedangkan ibuku bilang ayahku bernama Ronald, seorang perwira polisi. Ada apa sebenarnya ini, Ustad?” tanya Intan dengan raut wajah sedih dan kecewa.
“Lalu siapa pula aku?” lanjutnya dengan nada kesal.
******
Tommy hanya diam, merasa menyesal harus terucap kata yang membuat jiwa Intan berontak. Haruskah lembaran lama yang kelam harus terkoyak lagi? Haruskah luka yang tertutup menjadi terkoyak kembali? Haruskah kebahagiaan yang terengkuh menjadi terhempas lagi? Haruskah tawa menjadi tangis kembali? Haruskah dia buka kembali cerita lama yang sudah dipendam dalam-dalam? Semua pertanyaan itu memenuhi pikirannya.