TRIAD

DENI WIJAYA
Chapter #23

KEMBALINYA CINTA YANG HILANG #23

“Mas Indra, maukah kamu menolongku?” pinta Intan.

“Tentu saja, apa yang tidak buat kamu,” Indra mencoba untuk. menggoda Intan namun tak membuat merubah ekspresi wajahnya.

“Mas, tolong, sampaikan kepada Pak Bambang, aku besok dan mungkin hingga besok minta ijin untuk tidak ngantor. Dan tolong carikan aku arsip atas nama Tommy.” ucap Intan.

“Ada apa, Intan? Dan, siapa pula Tommy itu?” Indra balik bertanya.

“Ada keperluan yang harus ku selesaikan, mas. Tommy itu mantan napi yang pernah menjalani hukuman di LP Cipinang dua puluh tahun yang lalu. Mudah-mudahan masih ada datanya.” jawab Intan.

Beberapa saat kemudian, sampailah mereka di kediaman Intan. Intan bergegas turun sementara Indra melanjutkan menuju ke LP Cipinang untuk memenuhi permintaan Intan.

******

Setibanya di rumah, Intan segera masuk ke dalam yang kebetulan pintunya tidak terkunci.

Assalamu’alaikum,” sapa Intan.

Wa’alaikum salam,” jawab Mbok Ijah, wanita tua yang mendampingi ibunya di saat Intan tidak ada di rumah.

“Bi, mama di mana, sudah tidur ya?” tanya Intan.

“Anu non, ibu sedang sholat,” jawab Mbok Ijah.

“Terimakasih Bi, Intan ke atas dulu ya Bi..” kata Intan.

“Non Intan mau dibuatkan minuman apa?” tanya Mbok Ijah.

“Tidak usah Bi, terimakasih,” jawab Intan.

“Baik Non Intan,” sahut Mbok Ijah.

Sementara itu di dalam kamar.....

Sesosok wanita paruh baya sedang dibuai nikmatnya bercengkrama dengan Tuhannya. Bait-bait dzikir pujian kepada Yang Maha Kuasa menggetarkan bibirnya. Tetesan air mata mengiringi istighfarnya, memohon Tuhan senantiasa mengampuninya. Hingga dia tidak menyadari, ada sepasang mata yang memperhatikannya dari balik celah pintu kamar yang terbuka.

Dalam munajatnya dengan Sang Maha Pencipta, dia berdoa dengan penuh kekhusyukan.

“Ya Allah, aku malu untuk berkeluh kesah, aku malu untuk selalu meminta, aku malu untuk merintih, karena segalanya telah Engkau berikan kepadaku. Kau telah menghadirkan seorang putri cantik yang kini sudah beranjak dewasa kepadaku untuk mengisi kesunyian jiwaku. Ya Allah, kehadirannya telah mengubah tangis menjadi tawa, kehadirannya telah membuat dukaku menjadi kebahagiaan, kehadirannya telah mengubur semua lembaran lama menjadi lembaran baru yang penuh arti. Ya Allah ijinkan di sisa umurku ini untuk mengasihinya dengan sepenuh hati. Ya Allah ijinkan aku di sisa hidupku untuk merasakan cinta yang tulus.

Ya Allah, tangisnya adalah dukaku, deritanya adalah deritaku. Ya Allah lindungilah Intan. Jangan biarkan dia menderita dalam hidupnya. Meski harus kuberikan nyawaku ini, asalkan dia bahagia.

Ya Allah, ijinkan aku untuk menyatukan kembali serpihan-serpihan cintaku yang terserak. Amien.”

Mendadak terdengar derit pintu dibuka.

“Assalamu’alaikum, Ma..” sapa Intan dari luar pintu kamar. Intan menghampiri mamanya dan bersimpuh didepan mamanya sambil mencium tangannya.

Wa’alaikum salam,” jawab perempuan paruh baya itu.

“Intan, kamu sudah pulang dari Surabaya. Bagaimana keadaanmu?” lanjutnya.

“Ma, Intan baik-baik saja. Ma...” mata Intan berkaca-kaca, ada butiran-butiran bening di kelopak matanya.

“Intan, ada apa? Lho katanya baik-baik saja kok malah nangis... e... malu khan, masak polwan kok cengeng... ?” ucap perempuan paruh baya itu mencoba untuk menggoda Intan.

“Ma.... ” Intan tak kuasa untuk mengucapkan sepatah katapun, hanya kedua matanya menatap mamanya dengan penuh kelembutan.

“Ii..kamu ini ada apa sih...jangan bikin mama penasaran deh.”

“Ma...”

“Iya.. ada apa?”

Tiba-tiba, Intan menubruk mamanya dan menangis tersedu di pangkuannya. Isak tangisnya memecah keheningan suasana kamar. Tangisnya yang meruang seolah menggambarkan luapan emosi jiwa yang sudah lama terpendam. Hal itu semakin membuat bingung mamanya.

“Intan mencintai mama... ” ucap Intan.

Lihat selengkapnya