“Selamat pagi Bunda!” sapa remaja wanita yang baru keluar dari kamarnya dan mengenakan Pakaian Dinas Harian (PDH) khas SMA Punca Prawira. Wanita paruh baya itu memeluk hangat sang putri semata wayang dan memberikan catatan barang-barang yang dia bawa untuk memasuki kehidupan asrama. Remaja yang bernama Rula Gaurimanohara itu melakukan pengecekan ulang dan telah menceklis seluruh barang-barang yang akan dia bawa.
“Kalau semua sudah lengkap, mari kita sarapan nasi goreng ayam suwir!”
“Wih, enak nih!”
Dua wanita itu menghabiskan sarapan mereka dengan bertukar cerita. Setelah selesai sarapan, Rula dan sang ibunda menaikkan barang-barang kedalam mobil yang mereka sewa khusus untuk keberangkatan Rula ke asrama. Ibunda Rula hanyalah seorang wanita paruh baya yang menjadi guru les mata pelajaran setelah ayah Rula meninggalkan rumah. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga, Rula juga sempat menjadi penjual palugada (apa lu mau, gua ada) dikalangan rekan-rekan sebayanya. Terdengar cukup miris, tapi Rula enggan dikasihani oleh siapapun.
“Gauri harus bisa jaga diri ya selama di asrama. Bunda gak bisa lagi jagain Gauri selama di asrama nanti. Kalau mau minta saran, bisa ke guru BK atau ibu asrama nanti ya. Bunda akan cari kerja yang lebih pasti untuk kamu,” jelas wanita paruh baya bernama Mauly Yamika pada putri tunggalnya. Remaja itu mengerutkan dahinya setelah mendengar pernyataan sang ibunda.
“Bundahara, kan aku beasiswa? Aku juga dapat uang saku loh, jadi Bunda gak usah cari kerja sampai cape. Kalau uang jajan, kan aku bisa lanjutin palugada ku di SMA nanti. Iya kan?” jelas remaja itu yang menerima penolakan dari sang ibunda. Mauly menjelaskan jika SMA Punca Prawira bukanlah SMA yang bisa dianggap enteng. Jika ingin mempertahankan beasiswa, dia harus mendapatkan nilai 9 di semua mata pelajaran tanpa terkecuali, mengikuti satu ekstrakurikuler hingga mendapatkan juara, juga wajib menjadi kandidat “Acalapati” minimal selama tiga semester berturut-turut.
“Acalapati? Apa itu Bun?”
“Kamu pasti gak sempat baca booklet beasiswanya ya? Acalapati itu lulusan terbaik dari SMA Punca Prawira. Ada Acalapati Punca untuk siswi, ada juga Acalapati Wira untuk siswa. Sepasang siswa-siswi terbaik di kelas kalian akan dimasukkan dalam kandidat Acalapati yang diumumkan setiap pergantian semester. Makanya Bunda gak mau kamu harus memecah konsentrasimu untuk hal-hal yang harusnya Bunda tanggung,” jelas Mauly pada putri kesayangannya.
“Harusnya si Arga itu yang tanggung, bukan Bunda. Dia enak di-“
“Rula Gaurimanohara!”
Remaja itu terdiam setelah sang ibunda menyebutkan nama lengkapnya dengan penuh penekanan. Tidak ada lagi pembicaraan lagi setelah itu, hanya ada suara ac dan mobil mereka yang melaju. Sesampainya di depan SMA Punca Prawira, Rula menurunkan barang-barang bawaannya dan berpamitan dengan sang ibunda.
“Halo adik, mau kakak bantu?” tanya seorang senior tingkat dua. Rula mengetahui itu dari jas OSIS yang hanya digunakan oleh siswa/siswi tingkat dua (selaka). Senior-senior di SMA Punca Prawira jauh dari kesan arogan dan ingin dihormati, justru mereka menyambut para junior dengan ramah dan siap sedia membantu.