Titan

a l i c e
Chapter #3

Jojoba Community

Lima belas menit berlalu, menjadi jomblo tidak buruk juga. Ya, setidaknya untuk sekarang. Kalau mendengar Myra mengoceh, bayang-bayang Ravi seakan hilang. Enggak tahu deh kalau misalnya pas sendirian, malam-malam, rebahan sambil denger lagu. Ambyar sudah.

Tapi beberapa waktu lalu, Titan pernah melihat sebuah postingan di Instagram. Di postingan itu menunjukkan kalau cowok dan cewek habis putus, di awal-awal cewek bakal ambyar dan cowok bakal bebas. Tapi lama-lama, cewek bakalan jadi bebas, dan cowok yang jadi ambyar. Katanya sih rindu dan nyesel. Awalnya Titan bingung kenapa postingan yang berbau-bau jomblo lewat di timeline-nya. Mungkin kode alam, atau ramalan cuaca? Dan sekarang dia sudah berpisah dengan Ravi. Semoga postingan itu berlaku sama kehidupan percintaan Titan.

Omong-omong nyesel, Titan sama sekali tidak punya gambaran buat bikin Ravi nyesel. Iya juga, kenapa gue iya-iyain aja ide Myra? Dia kan anggota aktif komunitas jomblo bahagia? Posisinya pemimpin, penemu, aktivis pula.

“Selamat pagi kolega masyarakat! What’s poppin!” Myra berteriak sekiranya tiba di kelas. Pintu kayu besar di dorongnya dengan tiga jari dan langsung membentur tembok. Walau begitu, pintu itu menutup sebelum Titan masuk.

“Yo, Myra! Jangan lupa subskrep!” Anggar dan gengnya mendekati Myra dengan kamera yang merekam.

“Kok tiba-tiba subskrep? Apa hubungannya poppin sama subskrep?

“Mungkin jodoh, kayak kita misalnya,” kata Anggar mengedipkan matanya sebelah.

“Wooooooo! Apakah president of jojoba community akan lengser teman-teman? Saksikan setelah yang satu ini!” sahut Joni sambil berbicara kepada kamera dan berlagak seperti wartawan.

“Lo enggak jelas.” Myra memalingkan wajahnya kepada Hilda yang menatap kebodohan itu dari balik bukunya.

“Yah, sayang sekali! Mungkin lain kali ya, pemuda Anggar. Terima kasih telah menyaksikan bedah rumah, sampai jumpa di episode selanjutnya! Gue, Joni Hardadi cabut, bye!”

Rusuh, cowok-cowok XI IPA 2 selalu rusuh. Katanya mereka lagi mengkolaborasi empat acara televisi. Dari kata-kata wartawannya saja sudah kelihatan, pertandingan bola, Pesbukers, Bedah Rumah, dan Katakan Putus.

Myra sebenarnya cantik, cuma bar-bar saja. Tidak sedikit cowok yang rela nungguin Myra sejak SD, tapi Myra tetap tidak mau. Pacaran bukan fokus utamanya, pelajaran juga bukan. Dia sangat ingin mengutamakan waktu SMAnya ini untuk bersosialisasi lebih.

“Myr, Titan mana? Biasanya dia datang rada pagi sama si Ravi, cuma hari ini dia belum datang.” Kini, Hilda yang memanggil Myra. Kehidupan artis memang.

“Tadi Titan di belakang gue…” Myra menengok ke arah pintu. “Titan!”

Saat membuka pintu kelas, Myra mendapati Titan menatap kosong lorong. Kosong, kayak hatinya. Ternyata oh ternyata, Ravi lagi ngenalin Salma ke teman-teman tongkrongannya. Seolah tidak terjadi apa-apa, Ravi tersenyum lebar—Salma juga. Sedangkan Titan, ia hanya bisa menatap mereka datar. Kantung mata yang menghadap ke utara itu juga terlihat sedikit menghitam. Bisa jadi dia tidur sangat subuh karena terbayang-bayangi.

“Udah, enggak usah lihat Ravi. Ayo masuk.”

Mudah sekali menyeret Titan masuk, sepertinya dia menggunakan 0% dari otot tubuhnya.

“Titan! Lo kenapa?! Kenapa lo kayak mayat hidup begitu?!” Hilda berteriak histeris dan lalu langsung memeluk Titan.

“Dia putus sama Ravi,” jawab Myra.

“Alasannya?”

“Ravi selingkuh.”

Hilda mengerenyitkan dahinya sembari menatap Titan. “WAH GILA YA, SI RAVI?! LO ENGGAK NGAPA-NGAPAIN, DIA SELINGKUH?! ENGGAK ADA OTAK MEMANG SI RAVI DASAR BUAYA BANG-“

“Udah. Aura Godzilla lo bikin Titan makin trauma.” Myra menutup mulut Hilda menggunakan telapak tangannya. Setelah amarahnya mulai mereda, Hilda baru duduk. Itu lah marah khas Hilda, dia berani ngelabrak siapa saja kalau sahabatnya disakiti. Dia tidak peduli, mau anak pinter, anak nakal, bahkan anak kepala sekolah. Kalau salah, ya salah, kalau bener, ya bener.

“Jadi, sekarang lo mau ngapain, Tan?” tanya Hilda.

Lihat selengkapnya