Aku adalah anak satu-satunya, dan Ayahku adalah Orangtua satu-satunya yang kupunya saat ini. Kenangan tentang siapa Ibuku sangatlah minim. Yang kuingat Ibu meninggalkanku saat aku masih balita, karena pria lain. Sejak itulah duniaku hanya berputar seputar Ayahku. Seharusnya kami saling mengandalkan, tapi Ayahku begitu sibuk dengan bisnisnya yang semakin menanjak. Walaupun begitu dia selalu memberikan yang terbaik untukku, mulai dari pendidikan hingga apapun yang kuinginkan, bahkan yang tidak kuinginkan sekalipun. Contohnya meneruskan kuliah di Universitas bergengsi di Singapur.
Aku sudah cukup nyaman hidup Jakarta, tapi Ayah ingin aku hidup mandiri di luar sana. Maka berangkat lah aku ke Singapur setelah lulus SMA, mengambil jurusan bisnis agar nantinya bisa ikut melanjutkan bisnisnya. Dan prahara itu dimulai. Untuk pertama kalinya aku menjadi pria mandiri yang hidup sendiri di negara orang tanpa Orangtua. Kebebasan yang kucicipi ini ternyata menggairahkan, mengeluarkan sisi liarku yang tidak pernah aku tahu sebelumnya. Berteman dengan siapapun yang aku mau dan mencoba banyak hal yang tidak pernah kucoba sebelumnya. Ya, itu adalah narkoba.
Awalnya hanya minum-minum, tapi teman-temanku terus mengantarku lebih dalam. Pil-pil itu tidak membuatku mabuk atau melayang, tapi malah membuat pikiranku lebih jernih, otakku pun makin encer. Hingga akhirnya aku berhasil meracik sendiri pil-pil itu dan menjalankan bisnis ilegal. Belum ada 3 tahun aku sudah menjadi bandar besar di Singapur. Kurasa menjadi pebisnis unggul memang gen yang menurun dari Ayahku. Seandainya bisnisku ini bukan bisnis terlarang, dia pasti akan bangga dengan pencapaianku.