Trouble Diaspora

Maya Suci Ramadhani
Chapter #2

Sudut Pandang Luka Part 2 : Bara si Mahasiswa Gagal

Sampai pada suatu pagi, aku mendapati seorang WNI muncul di tempat kerjaku. Senang rasanya melihat seorang pribumi lagi. Namanya Bara. Pria asal Surabaya yang cukup berotot ini mengaku padaku sudah hampir setahun di kota ini. Berawal dari niatnya untuk bersekolah di salah satu kampus yang ada di Brussel berkat beasiswa, namun setelah 6 bulan terpaksa keluar dari kampus dengan alasan rahasia yang tidak mau dia disebutkan padaku. Dia meyakinkanku untuk lebih baik tidak tahu sama sekali tentang alasannya. Kesan yang cukup misterius, tapi tidak masalah bagiku, toh aku juga datang ke kota ini dengan identitas rahasia.

Setelah drop out dari kampus tersebut, Bara memutuskan untuk tidak langsung kembali ke Indonesia. Malu rasanya bila harus pulang ke Surabaya dan mengabarkan keluarga tentang kegagalannya di Eropa. Paling tidak bila nanti dia harus pulang, dia punya pengalaman kerja yang dapat diceritakannya di Indonesia. Bukan cerita pahit tentang drop out yang sudah mengecewakannya. Dia sudah beberapa kali berpindah kerja selama di Brussel, bahkan pernah juga kerja di kota Antwerp. Ini dikarenakan oleh status visanya yang visa pelajar, visa yang menyulitkannya untuk bisa kerja permanen di satu tempat.

Dan disinilah dia sekarang, berusaha mencari pekerjaan baru demi kelangsungan hidupnya di tanah Eropa. Di training centre ku sedang membutuhkan beberapa orang tranlator bahasa mandarin, karena sedang diadakan program pertukaran murid China untuk semester ini. Dan untuk tempat tinggal, dia beruntung bisa menumpang gratis di flat teman kampusnya untuk saat ini. Paling tidak sampai dia bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dengan gaji yang lebih besar. Dan disinilah kesempatannya, pekerjaan yang lebih memakai otak, bukan otot seperti pekerjaan- pekerjaan sebelumnya.

Keseharianku mulai berubah sejak Bara datang. Kami mulai hang out bareng bila sedang sama- sama off. Senang rasanya bisa punya teman 1 bahasa untuk saling cerita, paling tidak kami tidak pernah kehabisan bahan. Dan disinilah kami sekarang pada suatu sore, di sebuah kafe di sekitar Grand Palace. Bara yang merekomendasikan kafe ini, kafe yang cukup cozy dengan menu makanan yang enak dan letaknya yang cukup strategis. Namun ada sesuatu yang aneh menurutku. Setiap kali kami datang kesana kami selalu duduk di tempat yang sama, di posisi yang selalu sama pula. Pernah suatu kali aku memintanya bertukar posisi, tapi dia langsung menolak dengan alasan yang mengada- ada.

Dan barulah sampai sore ini aku menyadarinya. Dia punya tujuan khusus setiap datang kesini, bahkan ketika dia datang sendiri kesini. Dia selalu datang kesini hanya untuk memperhatikan dan memantau seorang gadis. Seorang gadis manis yang memang rutin datang ke Grand Palace setiap minggunya. Dengan sedikit usaha, aku akhirnya bisa memaksa Bara untuk menceritakan gadis ini. Namanya Carol. Gadis manis ini blasteran Indo Jerman. Carol berasal dari keluarga yang sangat kaya. Menurut informasi dari Bara, Ayahnya seorang pengusaha sukses di tanah Eropa. Carol berada di kota ini untuk belajar, dan di kampus lah Bara mengenal Carol.

Aku heran dengan Bara, bila dia memang naksir Carol, kenapa tidak langsung mendekatinya. Kenapa hanya terus memperhatikannya diam- diam dari kejauhan. Tapi dia malah menyangkalnya. Bara bilang dia tidak punya perasaan apa- apa terhadap Carol. Bara juga bilang dia punya misi khusus kenapa selama ini dia selalu memantau Carol dari jauh. Dan ini ada hubungannya dengan alasan kenapa dia dikeluarkan dari kampus. Tapi Bara tidak mau menceritakannya lagi lebih detail. Dia tetap merahasiakannya dariku.

Lihat selengkapnya