Carol memang gadis yang cantik, dia berbeda dari gadis-gadis yang pernah aku temui selama ini. Dia gadis yang sederhana untuk ukuran putri seorang pengusaha sukses. Dia begitu menonjol dari teman- temannya karena kesederhanaannya. Pertemuan pertamaku dengannya sebenarnya tidaklah begitu baik, ada sedikit adu argumen dan kesalahpahaman waktu itu.
Waktu itu kami sedang berdiskusi dengan sekelompok teman di kelas, diskusi tentang tugas yang diberikan salah satu dosen kami. Diskusi berlangsung cukup panas, karena tidak ada yang mau mengalah satu sama lain, termasuk aku dan Carol. Tapi itu toh biasa, kami sering melakukannya, berdiskusi sambil beradu argumen sampai tidak ada habisnya.
Sayangnya hari itu aku sedang sial. Tidak sengaja aku menyinggung Carol tentang asal usul keturunannya yang campuran. Dia begitu tersinggung dengan perkataanku, apalagi perkataan itu keluar dari mulutku yang benar- benar baru mengenalnya hari itu. Maka sejak itulah dia mulai bersikap sinis kepadaku. Setiap ada kesempatan berjumpa, entah di dalam atau di luar kelas, dia selalu punya kesempatan untuk menyindirku dalam hal apapun.
Aku sudah pernah mencoba minta maaf padanya, dan dia bilang sudah memaafkanku. Kupikir masalah kami sudah selesai waktu itu, tapi ternyata tidak. Dia masih suka sinis dan menyindir pedas kepadaku di setiap kesempatan, tapi lalu selalu berakhir dengan perkataan "hanya becanda" sebagai pembelaannya. Dan paling tidak itulah yang harus aku hadapi selama 6 bulan belajar disana. Hingga akhirnya aku mulai terbiasa dengan situasi itu. Situasi yang anehnya kadang aku rindukan ketika Carol tidak ada.