Selama menunggu tersebut, aku mulai menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Ternyata Carol mengetahui siapa mereka. Mereka adalah orang suruhan dari pesaing Ayahnya. Pesaing itu tidak suka dengan kesuksesan Ayahnya. Sayangnya Carol tidak tahu nama orang itu. Tapi aku merasa ada yang kurang dari semua cerita itu. Ada alasan lain mengapa orang itu menculik Carol. Alasan yang bukan hanya karena iri dengan kesuksesan Ayahnya.
Aku mencoba terus menggali informasi darinya, tapi Carol malah berbalik menanyakan padaku bagaimana aku bisa tahu tentang penculikannya. Dengan hati-hati aku mulai menceritakan pada Carol semuanya. Dengan emosi Carol tidak mempercayai ceritaku. Dia tidak percaya kalau Ayahnya lah penyebab aku dikeluarkan dari kampus. Lalu Carol menanyakan apakah aku membawa handphone atau tidak. Dan barulah aku ingat kalau selama ini aku membawa handphone. Betapa bodohnya aku saat itu. Malu rasanya memperlihatkan kebodohanku di depan Carol.
Aku langsung mengambil handphone dari dalam tas dan segera menelpon polisi. Tapi tiba-tiba Carol langsung mengambil handphone dari tanganku dengan cepat. Dia mengatakan dia perlu menelpon Ayahnya dulu untuk menanyakan kebenaran ceritaku. Aku jelas menolaknya karena menurutku polisi lebih membantu. Tapi dia tidak memperdulikan protesku dan tetap bersikukuh menelpon Ayahnya. Namun beberapa saat setelah dia mengatakan 'halo' ke Ayahnya, Carol terdiam seperti patung. Ekspresinya begitu kaget dan bingung. Kemudian dia mengatakan 'ok' kepada Ayahnya lalu memberikan handphone itu kembali padaku.