Trouble Diaspora

Maya Suci Ramadhani
Chapter #8

Sudut Pandang Carol Part 1 : Flashback 3 Bulan Lalu

Hari itu aku kesal sekali dengan Ayahku. Untuk kesekian kalinya dia mencampuri urusan pribadiku. Orang yang mengajakku kencan hari ini ternyata mengenal Ayahku dengan baik. Orang itu bahkan berhubungan terlebih dahulu dengan Ayahku sebelum mendekatiku. Aku muak selalu diatur Ayahku dalam hal apapun. Aku merasa ini sudah melewati batas. Dan karena itulah hari itu aku memutuskan untuk tidak datang ke kampus walaupun aku tahu Ayah sedang ada disana, bahkan aku meninggalkan pria itu di taman kampus. Aku memutuskan untuk berkeliling kota Brusel hari itu. Kota kecil yang membuatku langsung jatuh cinta ketika pertama kali datang kesini. Kota yang hanya perlu seharian untuk menjelajahi setiap sudutnya. Kota ini begitu sederhana dan nyaman untuk ditinggali.

Aku berjalan sendirian di jalanan kota Brussel yang tidak terlalu ramai siang itu. Melewati beberapa patung icon Kota Brussel, salah satunya patung anak kecil yang sedang pipis khas milik kota Brussel seorang. Akhirnya aku pun mengakhiri perjalanan singkat ini di Gereja Kathedral kebanggaan kota Brussel. Duduk berjam jam di pelataran gereja sambil melamun. Aku terus memandangi selembar foto yang kupegang sekarang ini. Foto terakhir kebersamaanku bersama Ayah dan Ibuku saat idul fitri. Aku membalik foto tersebut. Tertulis "2 tahun lalu" di balik foto tersebut.

Beberapa hari kemudian aku mendengar kabar bahwa Bara dikeluarkan dari kampus. Aku kaget mendengar kabar tersebut. Aku memang tidak menyukainya, menurutku dia orang yang menyebalkan. Tapi bukan berarti aku senang mendengar kabar tersebut. Walaupun menyebalkan, Bara sebenarnya mahasiswa yang rajin dan pintar. Nyatanya dia bersekolah disini karena beasiswa. Itu membuatku kagum padanya. Dia juga selalu baik padaku walaupun aku selalu bersikap sinis padanya. Dia juga selalu membantu teman- temannya bila sedang kesulitan.

Siang itu aku melihatnya sedang berjalan lemas menuju pintu kampus. Aku memanggilnya tanpa pikir panjang. Kulihat wajahnya yang begitu kusut dan tanpa harapan. Tidak tega rasanya melihat kondisinya seperti itu. Aku meminta maaf atas sikapku selama ini. Aku bahkan menawarkan pertolongan padanya. Tapi Bara menolaknya. Dia memilih untuk pulang segera ke Indonesia. Dan sejak itu aku tak pernah melihatnya lagi, tidak sampai dengan saat ini ketika aku diculik.

Lihat selengkapnya