Joana mondar-mandir gelisah di dalam kamarnya, kemudian duduk di atas kursi meja belajar sembari menggigiti kuku jarinya. Sedetik kemudian, ia kembali berdiri dan berjalan mondar-mandir lagi. Terus seperti itu sampai beberapa kali. Kuku-kuku jarinya pun sudah rusak digigiti. Joana tidak tahu harus berbuat apa. Ia bingung kenapa Lefrand bisa ada di rumahnya dan belum pulang juga. Bagaimana kalau ia ketahuan dan ayahnya marah besar?
Memikirkan itu, Joana sampai sakit perut. Dirinya tak berani keluar kamar sejak tadi, padahal ini sudah waktunya makan malam, dan Joana pun sebetulnya merasa lapar. Ia juga tidak mandi sore saking takut akan berpapasan dengan Lefrand di luar.
Teman-teman satu genk-nya telah ia beritahu soal ini. Sama seperti Joana, mereka semua ikut terkejut dan juga ketakutan. Takut Lefrand akan melapor ke polisi. Namun, Joana berusaha meyakinkan teman-temannya bahwa hal itu tidak akan terjadi. Ia akan mencari cara agar Lefrand tidak mengenalinya sampai cowok itu pergi dari rumahnya.
Tok ... tok ... tok ...
Pintu kamar Joana kembali diketuk. Joana tersentak kaget, lalu merutuk kesal saat wajah bik Sumi tiba-tiba nongol dari balik pintu kamarnya, persis seperti hantu penampakan.
"Non, maaf ... Ayah Non menyuruh Non Joana cepet keluar untuk makan malam. Ayo, nanti Non Joana kena marah lagi," kata bik Sumi khawatir. Wanita paruh baya itu sudah bekerja sejak Joana masih kecil dan iaa sangat menyayangi Joana walau gadis itu sering ketus padanya.
Joana mengembuskan napas frustasi. Sudah berapa kali memang bik Sumi ke kamar cuma untuk menyuruhnya makan malam. Namun, ya itu tadiāJoana masih takut untuk keluar karena Lefrand pasti ada di sana ikut bergabung bersama mereka.
"Ayo, Non cepet! Emang kenapa sih Non nggak mau keluar dari tadi?" tanya bik Sumi kepo.
"Iya, nanti gue keluar bentar lagi," sahut Joana ketus.
Bik Sumi lantas mengangguk. Tanpa mengatakan apa-apa lagi, wanita paruh baya itu pun keluar dari kamar Joana. Joana menatap nanar pada pintu kamarnya yang tertutup, lalu tertunduk lemas. Betuk-betul frustasi. Apa yang harus dilakukannya sekarang?
Tiba-tiba ekor matanya menangkap sebuah botol masker bengkoang di atas meja rias yang jarang digunakannya selama ini. Sebuah ide konyol pun muncul. Tanpa babibu lagi, ia langsung mengoleskan masker tersebut ke wajahnya hingga tertutup sempurna. Dengan begini Lefrand pasti tidak akan mengenalinya.
"Bukan gue namanya kalo nggak brilliant!" serunya girang di depan cermin, memandang wajahnya yang telah tertutup masker. Dengan hati puas, ia pun melenggang keluar kamarnya.
"WHOAAA!" bik Sumi memekik kaget waktu tak sengaja berpapasan dengan Joana di pintu dapur.
"Ih, apaan sih Bik, pake jerit-jerit segala! Bikin kaget aja!" omel Joana padanya.
"Abis kaget liat Non Joana pake masker begitu. 'Kan Non mau makan, kenapa nggak pake pas mau tidur saja, Non?" Bik Sumi lagi-lagi kepo.
Joana mengibaskan rambutnya tak perduli. "Biarin. Yang kayak gini lagi trend. Makan nasi sambil pake masker muka," jawabnya asal.
Bik Sumi manggut-manggut saja, lalu segera meneruskan pekerjaannya di dapur. Joana berjalan ke ruang makan dengan santai. Di sana Haris dan Lefrand sudah menunggunya dengan raut sebal.
"Malam, Yah! Maaf, tadi Joana sibuk ngerjain tugas, jadi agak lama keluarnya," sapa Joana sambil tersenyum. Alasan yang sangat dibuat-buat.
Haris mengambil piring dan mulai menyendokan nasi. "Sudah hampir satu jam nunggu kamu disini. Ayah sama Lefrand sudah lapar," gerutunya, menatap Joana dengan heran. "Sejak kapan kamu mulai peduli mengerjakan tugas? Kamu pikir ayah bakal percaya? Itu muka kamu pakai apa? Mau makan malah pakai begituan, yang benar saja!"
Joana cuma nyengir, lalu melempar senyum pada Lefrand. Cowok itu balas menyeringai padanya. Sudah sejak tadi Lefrand ingin sekali menelan Joana bulat-bulat. Ia cukup salut pada kecerdikan Joana memakai masker supaya ia tak mengenalinya. Tetapi sayangnya, Joana tidak tahu kalau Leftrand sudah lebih dulu mengetahui siapa gadis itu sebenarnya.
"Ya, sekarang Joana pengen sering perawatan wajah, Yah. Biar kulitnya tetep sehat dan glowing. Kayak artis-artis Korea itu loh." Joana beralasan. Tangannya terulur mengambil sepotong ayam goreng. Masker di wajahnya sudah mulai mengering dan sedikit banyak membuatnya kesulitan untuk membuka mulut lebar-lebar.
Lefrand yang sejak tadi memperhatikan terlihat mendengkus. Joana mengernyit, merasa tatapan Lefrand padanya seperti berapi-api. Cewek itu jadi salah tingkah. Namun, ia cuek saja. Malah terus melemparkan senyum setiap Lefrand menatapnya tajam, seolah-olah tak terjadi apa-apa.
Piciik banget! batin cowok itu geram.
"Joana ... ada yang mau ayah sampaikan sama kamu." Haris tiba-tiba berkata. "Mulai sekarang Lefrand akan tinggal di rumah kita."
"APFA?!" pekik Joana yang sedang asyik menikmati makannya, kaget bukan kepalang. Beberapa maskernya yang sudah mengering berjatuhan di sekitar piring makannya. "Cowok ini mau tinggal di sini?!"
Joana melotot pada Lefrand tak percaya sementara Lefrand balas tersenyum padanya. Senyuman jahat.
"Lho, memang kenapa kalau Lefrand tinggal di sini? 'Kan dia bisa sekalian ngawasin kamu selama Ayah gak ada di rumah," sambung Haris dengan santai.
Joana megap-megap sembari mengibas tangan ke depan wajah. Tidak tahu lagi harus berkata apa. Ini bener-bener nightmare untuknya. Matanya melirik Lefrand dengan kesal. Cowok itu menyunggingkan senyuman sinis padanya.
Joana melengos. Nafsu makannya lenyap seketika. "Masa Joana harus tinggal sama cowok antah berantah ini dalam 1 rumah? 'Kan bukan mukhrim, Yah."
Haris menghela napas sambil mengambil segelas air di sebelah piring makannya. "Lefrand masih kerabat dekat kita, kok. Kamu nggak usah takut. Dia anak yang baik, bukan kayak kamu yang suka bikin masalah."
Joana garuk-garuk kepala dan memandang Lefrand lagi. Cowok itu balas menatapnya dengan tatapan mengejek.
Dalam hati Lefrand tertawa puas. Syukurin lo! Sekarang nasib lo ada di tangan gue. Dasar cewek tengik!
"Kenapa ayah nggak ngasih tau dari kemarin-kemarin, sih? Kenapa tiba-tiba begini?"