Pukul tiga sore Joana baru sampai ke rumahnya. Hujan telah berhenti, sementara Lefrand sudah pulang sejak tadi. Cowok itu menaiki taksi dan Joana sendiri diantar oleh Meitha menggunakan mobil Honda Brio merahnya.
"Ayah mau kemana? Pergi keluar kota lagi?" sapa Joana pada ayahnya di ruang tamu yang sedang berkemas, memasukan beberapa barang ke dalam sebuah koper kecil.
Haris menoleh. "Iya. Ada tugas meliput berita di pulau Bangka dan Ayah ditugaskan ke sana mungkin selama 5 hari."
"Oh ...." Joana bergumam pelan, lantas duduk di sofa ruang tamu seraya memperhatikan ayahnya yang sudah nampak tua.
Garis kerutan halus terlihat di sudut-sudut matanya. Ayahnya selama ini selalu sabar menghadapi Joana yang keras kepala dan suka bikin ulah. Terkadang gadis itu memang sangat menyebalkan dan sangat menguras emosinya. Meski begitu, Joana tahu kalau ayahnya sangat menyayangi dirinya.
"Kamu darimana? Kenapa baru pulang?" tanya Haris, mengunci kopernya dan meletakkannya di depan pintu. Sudah siap untuk berangkat.
"Joana nggak kemana-mana kok, Yah. 'Kan tadi hujan, jadi nunggu hujan reda dulu baru pulang," jawab Joana jujur. Ia memang di sekolah tadi berkumpul di basecamp bersama teman-teman gengnya.
"Kamu jangan bikin masalah lagi, ya selama ayah nggak ada. Ayah sudah bilang sama Lefrand untuk mengawasi kamu." Haris memperingatkan dengan tegas.
Joana cuma cemberut dan mengiyakan.
Lefrand muncul dari ruang keluarga untuk mengantar kepergian Haris. Mereka berdua menyalami tangan beliau dan mengantar sampai pintu depan.
Sebuah mobil minibus warna putih datang menjemput Haris di halaman depan. Lefrand membantu membawakan koper pria itu ke dalam bagasi mobil tersebut.
"Frand, Om titip Joana ya. Tolong awasi dia," kata Haris padanya. "Kalau dia macam-macam kasih tahu sama Om."
Lefrand tersenyum dan mengangguk. "Beres, Om. Pokoknya serahin aja masalah Joana sama saya."
Joana mendelik sebal padanya sementara Lefrand balas tersenyum jahat. Mendadak Joana merasa sedih akan kepergian ayahnya kali ini. Takut nasibnya malah bertambah buruk di tangan Lefrand.
Haris melambai sebentar. Lalu, masuk ke mobil. Mobil minibus itu melaju perlahan di halaman rumah yang becek tergenang air, kemudian menghilang di balik pintu gerbang.
Joana dan Lefrand kembali masuk ke dalam rumah tanpa berkata apa-apa. Lefrand duduk di ruang keluarga dan menyalakan televisi, sedangkan Joana berjalan menuju kamarnya.
"Jo!" panggil Lefrand tiba-tiba, membuat langkah gadis itu terhenti.
"Kenapa lagi, sih?" Joana menatapnya jengah.
"Lo denger 'kan tadi kata bokap lo soal nasib lo yang sekarang ada di tangan gue?"
"Iya denger. Terus kenapa? Lo mau ngadu soal kejadian kemarin itu?" Joana memutar bola matanya yang bulat.
Lefrand tersenyum dan mengeluarkan seringai jahat. Ada kilatan ganjil di kedua matanya. Joana bergidik ngeri melihat Lefrand seperti seekor serigala yang siap memangsanya.
"Sekarang kalo lo mau rahasia lo aman, lo harus nurutin perintah gue."
"Maksud lo?"
"Ambilin gue air es dong!"